TEMPO.CO, Klaten – Enam hari menjelang keberangkatannya ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji, Ngadiman Yitno Semito, 69 tahun, masih setia mangkal di Pasar Masaran, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, bersama becak motornya.
“Daripada menganggur di rumah, mencari nafkah kan juga ibadah,” kata Ngadiman saat ditemui Tempo di sela acara pamitan haji di gedung Sunan Pandanaran, Klaten, pada Selasa, 1 Agustus 2017.
Baca Juga:
Berkat kegigihannya menabung selama tujuh tahun, Ngadiman dan istrinya, Lasinem, 67 tahun, berhasil mewujudkan impiannya pergi berhaji. Ngadiman bekerja sebagai tukang becak. Sedangkan istrinya buruh tani. Pasangan lanjut usia asal Desa Talang, Kecamatan Bayat, Klaten, itu tergabung dalam kelompok terbang 33 yang dijadwalkan ke Tanah Suci pada Senin, 7 Agustus 2017.
Baca: MUI Dukung Menteri Agama Soal Dana Haji untuk Infrastruktur
Ngadiman baru enam bulan mengubah becak kayuhnya menjadi becak motor. Sebab, tenaganya sudah tidak kuat menggenjot kayuh. “Saya mbecak sejak 1967. Dua tahun setelah peristiwa G (Gerakan 30 September 1965) saya sudah narik di simpang empat Mangkang, Semarang, selama 12 tahun,” kata ayah empat anak dan kakek dari lima cucu itu.
Selain merantau di Semarang, Ngadiman sempat menjadi tukang becak di Yogyakarta selama lima tahun. Pada 1986, dia memutuskan pulang ke Klaten dan tetap menjadi tukang becak sampai sekarang.
Selama 40 tahun menjadi tukang becak, Ngadiman selalu berpegang teguh pada prinsip hidup hemat. Berapa pun uang yang diperoleh ditabung ke celengan dari kaleng bekas cat. “Menabung sejak muda karena jadi rakyat kecil musti punya uang cadangan kalau ada kebutuhan mendesak,” kata Ngadiman.
Lihat: Dana Haji Rp 70 Triliun, MUI Sarankan Ini
Dari uang tabungan pula Ngadiman mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai ke tingkat perguruan tinggi. “Anak saya yang kedua kuliah di Pabelan, Kabupaten Sukoharjo (setingkat D-2). Sedangkan anak yang terakhir sarjana teknik dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,” kata Ngadiman.
Setelah empat anaknya sudah berkeluarga dan hidup mandiri, Ngadiman membulatkan tekad untuk mendaftar haji pada 2010. Bermodal tabungan Rp 13,5 juta di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ahmad Dahlan Kecamatan Cawas, Ngadiman dapat mengakses dana talangan dari Bank Mandiri Syariah (BSM) sebesar Rp 50 juta untuk dua orang.
Simak: Layani Penerbangan Haji, Garuda Siapkan 14 Pesawat
“Dana talangan itu saya lunasi dua tahun. Setelah itu menabung lagi untuk melunasi kekurangan biaya haji berdua, sekitar Rp 20 juta,” kata Ngadiman yang bisa mengumpulkan uang Rp 70 juta (total ongkos haji berdua) selama tujuh tahun karena hidup berhemat. “Kerja cuma buat makan seadanya. Sisanya ditabung untuk biaya haji."
Menurut Ayib Triyanto, anak bungsu Ngadiman, ayahnya sosok pekerja keras. “Selain menarik becak, ayah juga mengolah sawah dan beternak sapi. Biaya haji itu murni dari tabungan beliau. Kami anak-anaknya tidak menyumbang, toh ayah juga tidak mau (disumbang),” katanya.
DINDA LEO LISTY