TEMPO.CO, Surabaya - Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Moh. Nasih, punya resep tersendiri menghadapi dosen yang terlibat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Resep itu adalah dialog, yang telah dilakukan dengan salah satu dosen terafiliasi HTI, Selasa, 25 Juli 2017.
Profesor di bidang ilmu ekonomi itu mengatakan, seorang dosen Unair tersebut dipanggil karena namanya tertera dalam daftar pengurus HTI tingkat kota Surabaya. “Kami ajak diskusi, kami ingatkan janji dan sumpahnya,” kata Nasih dalam percakapan melalui whatsapp, Rabu, 26 Juli 2017.
Baca: Dosen Ikut HTI, Menteri: Bukan Diminta Mundur dari PNS, tapi...
Menurut Nasih, dialog dengan dosen anggota HTI itu, juga mendiskusikan banyak hal mengenai keputusan HTI di tingkat pusat, dosen Unair lain yang terlibat, hingga posisi mahasiswa yang diajarnya. “Akhirnya, dia sudah bikin pernyataan untuk mundur dari HTI,” tuturnya.
Nasih berada di Jakarta untuk menghadiri rapat membahas HTI di kampus bersama Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M. Nasir. Semula dalam rapat evaluasi kinerja itu, akan diumumkan nama-nama dosen yang terlibat HTI. Namun pengumuman itu dibatalkan karena, menurut Nasir, itu adalah wewenang rektor.
“Suasananya santai dan biasa saja. Tidak ada daftarnya. Mungkin belum, karena kan harus hati-hati,” kata Nasih tentang pertemuan rektor dengan Mendikti itu.
Nasih mengungkapkan pihaknya akan mengambil tindakan sesuai mekanisme dan aturan pembinaan aparatur sipil negara (ASN) yang telah berlaku. Jika ada yang melanggar, kata dia, mereka akan diingatkan kembali soal janji dan sumpahnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). “Diproses sesuai dengan ketentuan pembinaan aparatur yang berlaku. Bukan hanya HTI, tapi juga pelanggaran yang lain.”
Unair, kata Nasih, akan memberikan opsi bagi dosen yang dinilai melanggar janji PNS, di antaranya menolak Pancasila dan tidak mengakui NKRI.
Unair, kata Nasih, akan mengikuti arahan dari Menristekdikti soal keterlibatan akademisi perguruan tinggi dalam ormas yang dibubarkan pascapenerbitan Perpu Ormas. Namun ia mengatakan tak bisa gegabah menindak dosen di Unair meskipun kelak kementerian mengeluarkan daftar nama.
“Nah itu yang sulit, karena kami tidak punya bukti yang cukup. Kalau ada buktinya kami akan klarifikasi. Tapi kami tidak bisa menuduh sembarang orang, takutnya nanti (ibarat) orang hanya ikut-ikutan kita panggil,” katanya.
Sebelumnya, Kemenristekdikti menyatakan akan segera mengungkap jumlah dosen terafiliasi HTI yang bekerja di perguruan tinggi negeri Indonesia. Pengajar yang terafiliasi HTI, kata Menristekdikti, akan diberikan peringatan sebanyak tiga kali. Apabila penerima peringatan tak berubah juga pada peringatan ketiga, maka pengajar yang tergolong pegawai negeri itu akan diminta untuk mengundurkan diri.
ARTIKA RACHMI FARMITA