TEMPO.CO, Jakarta - Pasca KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka dugaan korupsi e-KTP, Kepala Badan Keahlian DPR Johnson Rajagukguk mendampingi Novanto nmengadakan konferensi pers, Selasa, 18 Juli 2017.
Johnson menjelaskan bahwa mengacu pada UU MD3, maka Setya Novanto akan tetap menjadi Ketua DPR sampai keputusan persidangan mencapai tahap akhir.
Baca juga:
Bambang Widjojanto: Setelah Setya Novanto Tersangka, KPK Harus...
Menurutnya semua sesuai dengan UU MD3 yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, DPD mengatur soal pemberhentian Ketua DPR. Pada Pasal 87 ayat 1 UU tersebut disebutkan bahwa pimpinan DPR bisa berhenti dari jabatannya karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan.
"Sejauh tidak ada perubahan dari partai atau fraksi yg mengusung, maka tidak akan ada perubahan juga dalam kepengurusan di DPR RI. Maka Pimpinan DPR RI tetap Setya Novanto," kata Johnson.
Baca pula:
Bambang Widjojanto: KPK Antisipasi Kriminalisasi dan Kekerasan
Posisi Setya Novanto yang tetap menjabat sebagai Ketua DPR mendapat reaksi berbagai pihak, salah satunya dari Bambang Widjojanto, mantan Wakil Ketua KPK. “Parlemen tengah diuji akal sehat dan kewarasannya pasca penetapan SN sebagai tersangka,” kata dia kepada Tempo, Rabu, 19 Juli 2017.
Menurut Bambang, dalam sejarah parlemen di Indonesia baru kali ini terjadi dua hal sekaligus, sehingga menimbulkan pertanyaan, “Pertama, apakah parlemen masih tetap merasa terhormat dan dimuliakan kendati dipimpin oleh tersangka?” kata dia, bertanya.
Baca:
Tersangka E-KTP, ICW: Setya Novanto Harus Mundur dari Ketua DPR
BW: Setya Novanto Tersangka, KPK Harus Antisipasi 3 Hal Ini
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengapresiasi langkah KPK untuk menunjukkan keseriusan KPK membongkar dalang persekongkolan pengadaan KTP elektronik yang merugikan keuangan negara RP 2,3 triliun.
"Untuk menghadapi proses hukum, SN harus mundur sebagai Ketua DPR," kata Donal dalam pernyataan tertulisnya, Senin 17 Juli 2017. Ia beralasan pelepasan jabatan tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang sebagai pimpinan lembaga negara untuk melawan proses hukum sehingga tidak terjadi konflik kepentingan.
Silakan Simak:
Setya Novanto Tersangka, Etika Politik Ketua DPR Disorot
Kemudian, pertanyaan kedua. “Apakah lebih dari 500 anggota parlemen yang terhormat masih tetap ikhlas walau dipimpin oleh salah satu pimpinan yang sudah dipecat partainya dan tidak punya dasar legitimasi untuk jadi pimpinan dewan?” kata dia.
Pertanyaan kedua ini tentu merujuk kepada sosok Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman menegaskan bahwa Fahri Hamzah bukan lagi anggota fraksi PKS. "Anda tahu posisi Pak Fahri Hamzah bukan lagi anggota Fraksi PKS," ujar Sohibul Iman, saat perayaan ulang tahun partainya pada Ahad, 30 April 2017. Dia menegaskan bahwa sejak awal, PKS tidak pernah ikut menyetujui hak angket yang digagas pula Fahri.
Bambang Wodjojanto berharap kepada anggota DPR, “Semoga akal sehat dan kewarasan akan segera hadir dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi sehingga parlemen secara perlahan mendapatkan trust, kepercayaan dari publik dan konstituennya,” kata dia, mengenai posisi Setya Novanto yang masih menjabat sebagai Ketua DPR pasca KPK menetapkannya sebagai tersangka dugaan korupsi e-KTP.
S. DIAN ANDRYANTO
Video Terkait:
Setya Novanto Jadi Tersangka, Sekjen Golkar Beri Pernyataan