TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara Mahfud MD tak banyak berkomentar mengenai penetapan tersangka Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setya, yang juga Ketua Umum Partai Golkar, ditetapkan tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Menurut Mahfud, ada baiknya secara etika politik Setya Novanto mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR pasca-penetapan statusnya sebagai tersangka. “Mungkin secara etis bagus jika mundur juga,” kata Mahfud seusai rapat dengar pendapat dengan Panitia Khusus Hak Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 Juli 2017.
Baca juga:
Setya Novanto Tetap Jadi Ketua DPR, Berikut Alasannya...
Meski begitu, ia pun tak mempermasalahkan jika Setya tak mundur dari jabatannya. Sebab, tak ada beleid yang mengatur seorang pejabat harus mundur dengan statusnya sebagai tersangka. “Secara yuridis tidak ada, sehingga tidak bisa dipaksa juga,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu. “Kalau yuridis bisa tapi lama, satu kasus bisa setahun sampai ada keputusan inkracht.”
KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka setelah menganggap telah ada bukti permulaan yang cukup. Dia diduga menguntungkan diri sendiri dan orang lain atau korporasi pada pengadaan e-KTP yang mengakibatkan negara dirugikan Rp 2,1 triliun. Setya pun berkukuh tak mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR.
Baca pula:
Setya Novanto Tersangka Tak Otomatis Dorong Golkar Gelar Munaslub
Ihwal etika politik pasca-penetapan tersangka juga diungkapkan anggota Komisi Hukum DPR, Arsul Sani. Menurut dia, tak masalah jika seorang pejabat berstatus tersangka tak mundur dari jabatannya sampai ada keputusan hukum inkracht. “Tapi secara standar moral, apakah pas atau tidak. Ini bukan benar atau salah, tapi pas atau tidak,” kata politikus Partai Persatuan Pembangunan itu.
Simak:
Setya Novanto Jadi Tersangka, Seperti Apa Peta Fraksi di DPR?
Menurut Arsul, ihwal etika politik kembali pada kebiasaan partai politik dan sikap fraksi masing-masing. Sebab, beberapa partai berbeda sikap menghadapi kadernya yang terjerat kasus hukum. “Kalau soal mengundurkan diri itu tergantung etika politik partainya,” ujarnya.
Arsul mengakui penetapan tersangka Setya Novanto mempengaruhi citra Parlemen. “Tapi enggak boleh karena peristiwa ini kinerja DPR merosot,” ucapnya. Ia pun berharap penetapan Setya sebagai tersangka membuat hak angket terhadap KPK tetap berjalan rasional.
ARKHELAUS W.