TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang setuju pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Pemilu diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat.
Dia juga setuju dengan usul Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon yang meminta Presiden Joko Widodo berinisiatif mengumpulkan para ketua umum partai politik untuk bersama membahas kelanjutan pembahasan peraturan itu. "Saya ketua umum juga, saya akan hadir kalau diundang," kata Oesman di rumahnya di Kuningan Timur, Jakarta, Senin 26 Juni 2017.
Baca: Main ke Jatiluwih, Obama Bawa Pulang 2,5 Kilo Beras Merah
Oesman yang baru saja merebut tampuk pimpinan Dewan Perwakilan Daerah dari kolega-koleganya dan masih menghadapi gugatan hukum terkait tindakan itu, meminta semua pihak mengedepankan musyawarah. "Saya kira memang musyawarah mufakat itu harus lebih diutamakan," kata Oesman.
Menurut dia, musyawarah untuk mencapai mufakat adalah perintah undang-undang. Meski begitu, ia tak menutup kemungkinan untuk solusi lain jika tak tercapai kata mufakat. "Kecuali tidak tercapai, baru kita ambil langkah lain," ujarnya.
Pembahasan RUU Pemilu berjalan alot karena ada lima pasal krusial yang belum menemui kata sepakat. Ambang batas presidensial dan parlementer threshold, pembagian daerah pemilihan, dan sistem konversi perolehan suara, merupakan sebagian dari isu pemilu yang masih dibahas.
Baca: Kompolnas: Teror di Polda Sumut Seharusnya Tak Terjadi
Pembahasan soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential treshold dinilai paling alot dalam menemui kesepakatan di RUU Pemilu. Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai NasDem minta presidential threshold di angka 20-25 persen dari total suara pemilu. Sementara beberapa partai seperti Demokrat dan Partai Gerindra ingin presidential threshold dihilangkan sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi.
ARKHELAUS W.