TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menyarankan Presiden Joko Widodo berinisiatif mengumpulkan para ketua umum partai politik untuk bersama membahas kelanjutan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum. Pasalnya, pembahasan RUU Pemilu di antara fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat kini mentok, tanpa kesepakatan.
Menurut Wakil Ketua DPR ini, Lebaran adalah momen yang tepat untuk para ketua umum dan presiden duduk bersama dalam satu forum. "Harus ada inisiatif, misalnya datang dari presiden. Apalagi ini di bulan yang baik untuk silaturahim, halal bihalal-lah formatnya," katanya di acara open house di rumah dinas Ketua DPR Setya Novanto di Jalan Widya Chandra III, Jakarta, Ahad, 25 Juni 2017.
Baca Juga:
Baca: Penjelasan Kapolri: Mengapa Polisi Dianggap Kafir
Fadli menilai pertemuan antar ketua umum partai politik ini potensial memecahkan kebuntuan karena bisa membuka diskusi yang lebih terbuka terkait kepentingan nasional. Bila para pimpinan partai bertemu, kata dia, maka pembahasan RUU Pemilu akan lebih efektif. "Karena para ketua umum ini kan penentu keputusan. Sedangkan fraksi di DPR hanya perpanjangan parpol," ujarnya.
Menurut Fadli, ada beberapa isu krusial seperti RUU Pemilu yang memang layak dibicarakan bersama presiden. Terlebih rapat Badan Musyawarah, kata Fadli, telah memerintahkan agar DPR berkonsultasi dengan presiden terkait beberapa isu, salah satunya seperti RUU Pemilu.
Baca: Alasan Prabowo Kemungkinan Temui Presiden Jokowi saat Lebaran
Meski begitu, Fadli mengakui gagasan pertemuan antar ketua partai ini belum dia sampaikan pada atasannya: Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Tapi ia yakin Prabowo akan setuju bila sudah membicarakan hal-hal terkait kepentingan nasional.
Sampai hari ini, pembahasan RUU Pemilu masih alot. Pasal mengenai jumlah minimal dukungan partai untuk kandidat presiden (Presidential Threshold) masih diwarnai perbedaan tajam. Partai Golkar bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai NasDem, dan pemerintah menginginkannya presidential threshold di angka 20-25 persen dari total suara pemilu. Sementara beberapa partai seperti Demokrat dan Partai Gerindra ingin angka threshold itu 0 persen saja. Ini sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi ketika memutuskan penyelenggaraan pemilu Presiden dan pemilu Legislatif bersamaan pada 2014 lalu.
AHMAD FAIZ