TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam mengatakan, hak angket Dewan Perwakilan Rakyat yang digulirkan untuk melawan Komisi Pemberantasan Korupsi berpotensi merugikan keuangan negara. Sebab, penetapan hak angket ini diduga tidak sah.
"Panitia hak angket saja bermasalah, maka seluruh anggaran yang dipakai juga bermasalah," kata Roy Salam di kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta Selatan, Ahad, 11 Juni 2017.
Baca juga: Pansus Hak Angket KPK Butuh Dana Rp 3,1 Miliar, Untuk Apa Saja?
Menurut Roy Salam, pembentukan panitia angket yang cacat hukum tidak semestinya dibiayai dengan anggaran negara. "Sesuatu yang ilegal tidak seharusnya dibiayai negara," katanya.
Dia membeberkan, anggaran DPR tahun 2017 untuk pelaksanaan fungsi pengawasan totalnya sebesar Rp 324,21 miliar, terdiri dari 3 kegiatan, yaitu: kegiatan pengawasan pelaksanaan UU dan kebijakan pemerintah sebesar 74 persen atau Rp 239,48 miliar; kegiatan pelaksanaan fit and proper test sebesar Rp 10,01 miliar; dan kegiatan pengawasan penanganan kasus-kasus spesifik sebesar Rp 74,72 miliar.
Ketua Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan pansus ini membutuhkan anggaran sebesar Rp 3,1 miliar dalam menjalankan tugasnya. Anggaran ini nantinya akan dialokasikan untuk kegiatan konsinyering, kunjungan ke luar kota, dan konsumsi.
Simak pula: Ditanya Soal Hak Angket KPK, Ketua DPR Setya Novanto Bungkam
"Termasuk utamanya untuk mengundang pakar dan ahli-ahli yang berkaitan dengan tugas angket," kata Agun saat konferensi pers setelah rapat internal pansus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 8 Juni 2017.
Sesuai Pasal 202 Ayat (2) Undang-Undang 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), DPR menentukan biaya panitia angket. Anggaran akan digunakan untuk 30 anggota panitia angket atau biaya per anggota Rp 103 juta selama 60 hari kerja. Umumnya, anggaran tersebut digunakan untuk biaya honor anggota, honor pendamping, honor pakar dan rohaniawan, biaya operasional untuk jamuan rapat, percetakan dan ATK, dan biaya perjalanan dinas tim panitia angket.
Roy menilai, anggaran panitia angket tersebut cacat hukum karena angket yang digulirkan tidak sah. Panitia angket yang dibentuk DPR, kata Roy, mestinya (sesuai UU MD3) terdiri dari semua unsur fraksi. "Faktanya tidak semua fraksi ikut menjadi anggota panitia angket," ujarnya.
Lihat juga: Soal Hak Angket, Sikap Fadli Zon Disebut Kerdilkan DPR
Selain itu, KPK merupakan lembaga kuasi yudikatif. Sementara hak angket DPR merupakan ranah eksekutif. Sehingga, kata Roy, DPR sebenarnya telah salah sasaran menerapkan hak anket terhadap KPK.
Roy juga menilai pembentukan panitia hak angket ini hanyalah akrobatik politikus DPR. Jika anggota Dewan ingin mengawasi KPK, kata dia, tidak perlu membentuk panitia angket. "DPR melalui Komisi III bisa melakukan RDP (rapat dengar pendapat) dan menyampaikan rekomendasi," ucap dia.
MAYA AYU PUSPITASARI | AHMAD FAIZ