TEMPO.CO, Pekanbaru -Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Setya Novanto bungkam saat ditanya terkait hak angket yang dilayangkan legislator terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. Novanto menutup mulut dan buru-buru langsung menaiki mobil seusai melakukan kunjungan ke Kantor DPD II Kota Dumai, Riau, Minggu, 2017.
Dihadapan kader Golkar, Setya Novanto mengakui kehadirannya di Kota Dumai merupakan agenda safari ramadan ke sejumlah daerah di Indonesia. Novanto mengajak setiap kadernya turut mensukseskan agenda Pemilihan Kepala Daerah (Pilakda) 2018.
Baca juga:
Proyek E-KTP, Cerita Paulus Tannos Dua Kali Bertemu Setya Novanto
"Riau harus sukseskan Pilkada, ini basis Golkar, kita tidak boleh kalah, tetapi kita harus menang," ujarnya. Namun Novanto enggan menjawab pertanyaan wartawan terkait hak angket KPK seusai menggelar pertemuan tersebut.
Keterlibatan Setya Novanto dalam dugaan korupsi proyek e-KTP muncul saat mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini memberikan kesaksian di persidangan. Diah mengungkapkan bahwa Novanto pernah memintanya menyampaikan pesan kepada Irman, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang kini menjadi terdakwa kasus ini, agar mengatakan tak mengenal Setya kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Baca pula:
Paripurna DPR Bacakan Surat Hak Angket untuk KPK, Isinya...
Buntut dari kasus E-KTP, DPR membentuk Pansus Hak Angket KPK sebagai bentuk protes terhadap penanganan perkara dugaan korupsi proyek E-KTP. DPR memprotes penanganan perkara itu karena sejumlah nama anggotanya disebut menerima aliran uang dari megaproyek itu.
Adapun pembentuk pansus hak angket itu menuai kritik keras dari berbagai kalangan. Ini karena pansus dianggap sarat kepentingan. Selain itu, pansus ini juga berisi anggota DPR yang namanya disebut dalam proses persidangan kasus E-KTP. Salah satunya adalah Agun Gunandjar, politikus Partai Golkar, yang juga menjadi ketua pansus.
RIYAN NOFITRA