TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pansus Hak Angket KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Agun Gunandjar Sudarsa, menilai panitia khusus ini hal yang biasa-biasa saja. “Menurut saya tidak ada yang luar biasa itu dalam panitia angket ini,” kata Agun di DPR, Rabu, 7 Juni 2017.
Agun membenarkan bahwa hampir semua fraksi sepakat ingin KPK tetap ada dan berjalan dalam koridor hukum, demokrasi, serta hak-hak asasi. Agun menyebut kerja KPK memang harus didasarkan atas mandat konstitusi.
Sejumlah aktivis antikorupsi menolak adanya pansus ini karena dinilai akan melemahkan KPK. Isu pelemahan KPK itu ditepis oleh pansus. “Menurut saya terlalu jauh berbicara soal itu (pelemahan KPK),” ujar politikus Partai Golkar ini.
Baca: Pansus Hak Angket Terbentuk, KPK: Penanganan Korupsi Terus
Sebagian kalangan menduga pembentukan pansus ini akan menganggu kerja KPK dalam pemberantasan korupsi, khususnya di DPR. Saat ini sejumlah anggota DPR terjerat berbagai kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani KPK.
Beragam penolakan mengemuka atas dibentuknya Pansus KPK pada sidang paripurna 28 April 2017. Awalnya, pansus dibentuk untuk meminta KPK agar mau membuka rekaman keterangan tersangka kasus e-KTP Miryam S Haryani.
Baca: Pansus Angket KPK Bergulir, PAN Pertimbangkan Siapkan Wakilnya
Agun menuturkan, sebenarnya ingin membicarakan perihal penegakan hukum yang dilakukan KPK. Yaitu bagaimana kelangsungan penanganan pemberantasan korupsi. Tujuannya, kata dia, agar hiruk pikuk atau unjuk rasa terkait kasus korupsi bisa terselesaikan. “Intinya KPK tetap baik, tetap ada, tetap harus ada dalam koridor hukum.”
Agun mengaku masih akan akan mendengarkan pendapat dari berbagai fraksi. Saat ini kesempatan baik untuk membangun prinsip-prinsip penegakan hukum penguatan KPK.
Fraksi Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera memilih untuk menolak pembentukan pansus ini. Keduanya mendukung upaya penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan anggota DPR lewat Pengadilan Tidak Pidana Korupsi.
DANANG FIRMANTO