Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Obat Lontong di Pasar Balige

Editor

Abdul Manan

image-gnews
Badan Pom melakukan pemusnahan simbolis terhadap obat dan kosmetik ilegal di kantor Badan POM, Jakarta, 27 Oktober 2015. TEMPO/Bagus Prasetiyo
Badan Pom melakukan pemusnahan simbolis terhadap obat dan kosmetik ilegal di kantor Badan POM, Jakarta, 27 Oktober 2015. TEMPO/Bagus Prasetiyo
Iklan

TEMPO.CO, Toba Samosir - Haboru Tobing menunjukkan sesendok serbuk kristal putih. Tekstur serbuk itu kasar. Tak ada aroma yang tercium. Pedagang di salah satu kios di Pasar Balige, Toba Samosir, Sumatera Utara, itu mengatakan serbuk ini sering dicari oleh orang yang ingin membuat lontong. “Ini memang obat lontong. Dipakai biar keras dan berbentuk lontong,” katanya di Pasar Balige, Senin, 22 Mei 2017.

Ketika Haboru ditanya apakah dia tahu bahwa nama lain dari obat lontong ini adalah boraks, keningnya mengernyit. “Lain lagi, boraks tidak seperti ini,” katanya. Namun, saat ditanya bagaimana tekstur boraks, ia menjawab tak tahu. “Kan saya enggak pernah jual.”

Tekstur serbuk yang disebut obat lontong oleh Haboru itu sama persis dengan boraks yang ditemukan oleh petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Pasar Balige. "Ini adalah boraks," kata Suratmono, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM, sambil menunjukkan satu plastik kemasan kecil berisi serbuk kristal putih.

Menurut seorang petugas pasar yang mendampingi petugas Badan POM, boraks di Pasar Balige ini memang lebih dikenal dengan nama obat lontong. Di Balige, obat ini dijual bebas karena orang terbiasa menggunakannya sebagai campuran untuk membuat lontong.

Haboru membenarkan bahwa banyak penjual obat lontong di Pasar Balige. Biasanya para pedagang membeli dari toke (pedagang besar) di Balige, yang barangnya diperoleh dari Pematang Siantar. Obat lontong itu lalu dijual dengan berbagai kemasan. Obat lontong atau boraks yang ditemukan petugas BPOM sudah dikemas dalam plastik berisi satu ons. Sementara Haboru menjualnya sesuai dengan keinginan pembeli. “Bisa satu ons, bisa sekilo,” katanya. Per ons harganya Rp 5 ribu.

Boraks adalah zat beracun terhadap semua sel. Senyawa ini biasa digunakan untuk campuran pembuatan gelas, pengawet kayu, salep kulit, dan campuran pupuk tanaman. Jika dicampur makanan, boraks bisa membuat tekstur makanan jadi kenyal, warna cenderung putih, dan sangat gurih.

Tapi bila tertelan, boraks dapat menyebabkan efek negatif pada susunan syaraf pusat, ginjal, dan hati. Peredaran boraks secara bebas di pasar melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 75 Tahun 2014. Peraturan itu menyebutkan boraks hanya boleh diedarkan dengan izin dari Kementerian Perdagangan.

“Tapi selama ini masalahnya banyak yang bocor,” kata Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan Wahyu Widayat di kantornya, Jumat, 26 Mei 2017. Biasanya, kata dia, produsen industri yang memiliki kelebihan boraks menjualnya kembali ke pengecer. Padahal zat berbahaya ini tidak boleh dipindahtangankan tanpa izin. “Kalau tidak habis harus dikembalikan. Harus ada laporan penggunaannya untuk apa saja.”

Pada 2016, Kementerian Perdagangan telah mengawasi pendistribusian bahan berbahaya di 7 daerah terhadap 22 pelaku usaha. Hasilnya, 3 pelaku usaha ditemukan menjual bahan berbahaya tanpa izin. Selain itu juga ada satu pelaku usaha yang tidak memberikan laporan secara benar.

Kementerian Perdagangan memang tidak membatasi peredaran formalin maupun boraks. Sebab, kedua zat ini legal digunakan untuk keperluan industri dan tekstil. Masalahnya, kata Wahyu, pengawasan peredaran zat-zat ini masih kurang.

Tak adanya efek negatif yang timbul seketika dalam penggunaan zat kimia dalam pangan ini juga menjadi faktor penyalahgunaan bahan kimia berbahaya ke dalam pangan. Ditambah informasi yang terbatas dan praktik turun-temurun membuat penggunaan bahan berbahaya dalam pangan sulit dikendalikan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meski tak berdampak langsung, makanan yang mengandung bahan berbahaya tidak seharusnya menjadi konsumsi sehari-hari. “Kalau dikonsumsi terus menerus bisa menimbulkan penyakit kanker,” kata Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara Agustama.

Memang selama ini belum ada laporan yang langsung menyatakan bahwa ada penderita kanker akibat terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks atau formalin. Namun, umumnya, kanker disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat. Kebanyakan makanan itu adalah yang bersifat pemicu karsinogen. Boraks dan formalin di antaranya. “Yang lebih bahaya lagi itu Rhodamin yang dipakai untuk pewarna,” ujar Agustama.

Pada umumnya setiap pemerintah daerah telah membentuk tim pengawas barang berbahaya. Namun, menurut Wahyu, “Operasionalnya kurang didukung oleh anggaran.” Beberapa daerah, kata Wahyu, beranggapan bahwa pengawasan terhadap barang yang ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan merupakan kebijakan pemerintah pusat. Sehingga pemerintah daerah mengharapkan anggaran untuk pengawasan berasal dari pemerintah pusat.

Menurut Kepala Balai Besar POM Medan Yulius Sacramento Tarigan, pengawasan beberapa daerah di Sumatera Utara lemah karena kompetensi sumber daya manusianya yang kurang. Selama ini, kata dia, pengawasan Pasar Balige yang dilakukan Dinas Perdagangan masih bersifat visual.

Selain soal kompetensi sumber daya, lemahnya pengawasan juga disebabkan minimnya sarana untuk menguji makanan. Pemerintah daerah Toba Samosir belum memiliki alat untuk menguji ada tidaknya kandungan bahan berbahaya. “Di sana belum ada tes kit,” kata Sacram.

Sejak 2013 BPOM sebenarnya sudah membuat surat keputusan bersama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk membuat tim satuan tugas pengawasan bahan makanan mengandung zat berbahaya. Pembentukan satgas ini lalu dikuatkan oleh Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017. Namun hingga hari ini, baru 22 provinsi dan 70 kabupaten yang membentuk satgas sesuai dengan instruksi presiden tersebut.

Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito menyebut tim satgas lintas sektor ini nantinya akan terdiri dari elemen komunitas pedagang, satuan kerja perangkat daerah, polisi, serta BPOM. Selain mengawasi peredaran makanan berbahan zat berbahaya, satgas ini juga bakal memberi penyuluhan kepada pedagang dan memberi pelatihan terhadap petugas pasar.

Menurut Penny, penyuluhan kepada konsumen juga perlu dilakukan untuk menekan penyalahgunaan bahan kimia dalam makanan. Sebab pedagang tak akan menjual jika tak ada pembeli. Pengawasan pangan semestinya tak hanya menjadi konsen salah satu pihak. “Sudah seharusnya pangan menjadi pengawasan semesta,” ujarnya.

MAYA AYU PUSPITASARI

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Meningkatnya Jumlah Petani Gurem Dianggap Bisa Turunkan Produktivitas Pertanian

1 hari lalu

Pemandangan sawah daerah Rorotan di tengah ibu kota, Jakarta, Rabu, 1 November 2023.  Lahan tersebut merupakan lahan beberapa perusahaan salah satunya yaitu PT. NUSA Kirana. RE dan beberapa lahan milik warga setempat. TEMPO/Magang/Joseph.
Meningkatnya Jumlah Petani Gurem Dianggap Bisa Turunkan Produktivitas Pertanian

Asosiasi pangan menyebut, menyempitnya lahan pertanian yang ditunjukkan dengan meningkatnya petani gurem dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas pertanian.


Ketahanan Pangan RI Peringkat 63 dari 113 Negara, Bapanas: Indonesia Tidak Baik-baik Saja

2 hari lalu

Pekerja menyelesaikan pembuatan tahu di kawasan Duren Tiga, Jakarta, Jumat 6 Oktober 2023. Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan,  kebutuhan bulanan kedelai ialah sebesar 212.548 ton per bulan, sedangkan stok kedelai yang dikuasai Bulog hanya 5,58 ton. Tempo/Tony Hartawan
Ketahanan Pangan RI Peringkat 63 dari 113 Negara, Bapanas: Indonesia Tidak Baik-baik Saja

Skor Indeks Ketahanan Pangan Global (Global Food Securiy Index/GFSI) Indonesia tercatat sebesar 60,2 poin pada 2022.


Harga Cabai Terus Naik, Ini Dua Solusi dari Bapanas

2 hari lalu

Aktivitas penjualan cabai rawit merah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Senin, 13 November 2023. Melansir dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional dari Bank Indonesia, data mencatat harga semua jenis cabai yang kian melonjak. Sementara di DKI Jakarta, harga cabai rawit merah sebesar Rp 97.500 per kilogram. Sementara harga rata-rata cabai rawit merah secara nasional per hari ini sebesar Rp 78.100 per kilogram. Angka ini naik 2,56 persen atau sebesar Rp 1.950 dibandingkan sehari sebelumnya. TEMPO/Tony Hartawan
Harga Cabai Terus Naik, Ini Dua Solusi dari Bapanas

Direktur Ketersediaan Pangan Badan Pangan Nasional (Bapannas) Budi Waryanto memberikan dua solusi soal harga cabai yang kian melonjak, apa saja?


Mentan RI: Swasembada Menuju Lumbung Pangan Dunia 2033

8 hari lalu

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto saat ditemui di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan pada Senin, 30 Oktober 2023. TEMPO/Riani Sanusi Putri
Mentan RI: Swasembada Menuju Lumbung Pangan Dunia 2033

Bicara swasembada pangan, pemerintah juga menargetkan RI jadi lumbung pangan dunia di 2033.


Jelang Nataru, Bapanas Ingatkan Pemda: Pastikan Distribusi Stok Pangan Selesai Tepat Waktu

8 hari lalu

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi saat merilis mobil laboratorium keliling untuk pengawasan keamanan pangan di Bogor, 20 November 2023. Sumber: Dokumen Humas Bapanas
Jelang Nataru, Bapanas Ingatkan Pemda: Pastikan Distribusi Stok Pangan Selesai Tepat Waktu

Arief Prasetyo mengingatkan pemerintah daerah untuk memperkuat stok pangan di pasar yang dikelola pemerintah daerah (pemda).


Bertemu FAO, Mentan Amran Siap Perkuat Pangan Nasional dan Regional

10 hari lalu

Bertemu FAO, Mentan Amran Siap Perkuat Pangan Nasional dan Regional

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman berkomitmen meningkatkan pasokan pangan nasional untuk memperkuat ketahanan pangan regional.


Resep Membuat Bubur Ganyong yang Harum dan Manis

10 hari lalu

Es dawet salah satu jajanan yang wajib dicoba di Pasar Blauran Surabaya. TEMPO/Rully Kesuma
Resep Membuat Bubur Ganyong yang Harum dan Manis

Ganyong memiliki rasa yang manis. Ganyong kerap dijadikan bubur atau jenang. Makanan ini disajikan dengan kuah dari santan.


Harga Bahan Pangan Hari Ini: Beras, Bawang, dan Gula Naik Lagi

12 hari lalu

Suasana Pasar Ceger, Tangerang Selatan pada Jumat, 24 Maret 2023. Pedagang mengeluhkan kenaikan harga pangan pada awal Ramadan. Tercatat harga sejumlah komoditas naik, yaitu cabai, bawang putih, kentang, telur, dan daging. TEMPO/Riani Sanusi Putri
Harga Bahan Pangan Hari Ini: Beras, Bawang, dan Gula Naik Lagi

Harga komoditas bahan pangan rata-rata mengalami kenaikan per hari ini, Kamis, 23 November 2023. Apa saja daftarnya?


Bapanas Sebut Urgensi Ketahanan Pangan di IKN Nusantara

13 hari lalu

Suasana pembangunan kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Jumat 22 September 2023. Presiden Joko Widodo menyebut progres pembangunan IKN sudah mencapai sekitar 40 persen. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Bapanas Sebut Urgensi Ketahanan Pangan di IKN Nusantara

Bapanas menekankan urgensi ketahanan pangan di Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara, Kalimantan Timur.


Pemerintah Klaim Bantuan Pangan Beras Berhasil Kendalikan Inflasi, Datanya?

15 hari lalu

Warga membawa beras 10 kg usai penyerahan bantuan pangan beras di Balai Desa Batubulan, Gianyar, Bali, Selasa, 31 Oktober 2023. Presiden Joko Widodo menyerahkan bantuan kepada sebanyak 637 orang penerima bantuan pangan di enam desa di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar berupa beras 10 kg dan sembako. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/rwa.
Pemerintah Klaim Bantuan Pangan Beras Berhasil Kendalikan Inflasi, Datanya?

Presiden Joko Widodo alias Jokowi memutuskan untuk memperpanjang penyaluran bantuan pangan atau bansos beras hingga Maret 2024. Pemerintah mengklaim program ini berhasil meredam kenaikan harga beras dan mengendalikan inflasi.