INFO PURWAKARTA - Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi membuka kedok identitas Junaedi yang berprofesi sebagai pengemis saat melakukan makan siang bersama sejumlah wartawan di sebuah rumah makan di bawah jembatan layang Sadang, Selasa, 9 Mei 2017.
Awalnya, pria bertubuh kurus jangkung dan berkulit hitam itu meminta-minta kepada personel pengawal dan rombongan Kang Dedi, sapaan akrab Dedi Mulyadi, seusai makan di bagian luar ruang saji ruah makan.
Junaedi kemudian masuk pintu ruang saji yang kebetulan di meja bagian depannya diisi oleh Dedi dan rombongan. “Maaf, Pak, kasihan, Pak,” ujar Junaedi sambil menyorongkan karung kecil berisi beras sekitar setengah liter ke hadapan Dedi.
Dedi langsung berdiri, menyapa sekaligus meminta Junaedi duduk di sampingnya. “Karungnya ke sinikan,” ujar Dedi sambil meraih karung yang sudah lusuh.
Ketika ditanya alamat rumah, Junaedi yang berusia 48 tahunan itu mengaku warga Kampung Sukamulya, Kelurahan Ciseureuh. “Saya ngontrak di sana, Pak,” katanya. Tapi, ketika diminta KTP-nya, Junaedi mengaku ketinggalan di kontrakannya.
Baca Juga:
Junaedi terus didesak mengenai data dirinya. Dedi pun mengaku sudah tiga kali bertemu dengannya. Junaedi akhirnya mengaku dia bukan orang Purwakarta. “Saya memang bukan orang Purwakarta,” ucapnya. Junaedi ternyata orang Indramayu.
“Ini kan Pak Dedi ya?” kata Junaedi. “Ya, saya Dedi,” ucap Dedi. “Maaf Pak, maaf Pak Dedi,” ujar Junaedi sambil mengambil kembali karung miliknya yang diletakkan di atas meja makan.
Dengan raut wajah malu Junaedi pun langsung bergegas beranjak dari tempat duduknya dan pergi meski ditahan Dedi. “Permisi, permisi,” kata Junaedi, bergegas setengah berlari.
Itulah fenomena orang zaman sekarang. “Fisik masih tampak segar-bugar, kerjaan pengemis. Sudah gitu, berbohong pula,” kata Dedi. Ia menegaskan, saat ini, sangat kecil kemungkinannya ada warga Purwakarta yang menjadi pengemis karena semua warga kurang mampu berstatus orang tua jompo, juga miskin tak memiliki pekerjaan tetap, sudah disubsidi silang oleh warga yang mampu melalui Program Beas Pelerek (beras sumbangan si mampu buat si miskin) yang dikelola para ketua RW.
Kualitas beras subsidi antar-sesama warga ini juga bagus, dengan harga Rp 10 ribu per kilogram. Menurut Dedi, saat ini pihaknya sedang mematangkan program bebas rastra (beras sejahtera) buat konsumsi kaum duafa itu. “Pokoknya, medio Mei-Desember, semua warga miskin di Purwakarta sudah terbebas dari beras rastra dan ini akan menjadi yang pertama di Indonesia,” ujar Dedi.
Kecuali mendapatkan jatah rastra, setiap keluarga kaum duafa di Purwakarta akan mengikuti program SAKU atau Satu Keluarga Satu Usaha. “Sekarang sudah mulai jalan,” ucap Dedi.(*).