TEMPO.CO, Yogyakarta - Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menyatakan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang marak belakangan ini merupakan langkah mundur bagi bangsa Indonesia. Sebab, sudah lahir Sumpah Pemuda pada 1928 yang menyatakan semua elemen bangsa menyepakati bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, yaitu Indonesia.
"Para pendiri bangsa lewat Sumpah Pemuda bersepakat meminggirkan perbedaan suku, agama, dan ras. Sumpah Pemuda menjadi cikal bakal persatuan bangsa Indonesia. "Tidak ada kata keturunan anu atau beragama anu. Tidak ada itu," kata Tito dalam acara Isra Miraj di Markas Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa malam, 25 April 2017.
Baca: Pendidikan Moral Pancasila Perlu Dimulai Lagi
Menurut Tito, isu SARA merupakan masalah sensitif yang bisa mengganggu kebinekaan bangsa. Pemikiran para pendiri bangsa dalam kebinekaan, ucap Tito, justru jauh lebih maju dibanding apa yang terjadi saat ini. Tito mengimbau masyarakat mengingat kembali pemikiran para pendiri bangsa tersebut.
Hal yang sama, ujar Tito, juga diserukan para pendiri bangsa pada 1945, yaitu semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang bermakna meski berbeda-beda tapi tetap satu bangsa Indonesia. Juga ada konsep Pancasila. Kalau dipahami betul spirit dan maknanya, tutur Tito, para pendiri bangsa sadar bahwa bangsa Indonesia terdiri atas beragam suku, agama, dan ras.
Simak: Sosialisasi Empat Pilar di Polewali Mandar Melalui Pergelaran Seni
Tito menegaskan, baik Pancasila maupun Bhinneka Tunggal Ika tidak mengistimewakan suku, agama, atau keturunan tertentu. Semua melebur ke dalam satu konsep bernama Negara Republik Indonesia.
Yang mengherankan, kata Tito, saat ini terjadi kemunduran karena mulai dibicarakan masalah kesukuan serta keagamaan yang berpotensi memecah belah kesatuan dan persatuan bangsa. "Jika sibuk cakar-cakaran, sibuk melihat identitas masing-masing, bangsa ini tidak akan maju. Kalau cinta NKRI, semua harus kembali pada spirit para pendiri bangsa tahun 1928 dan 1945," ucap Tito.
MUH SYAIFULLAH