TEMPO.CO, Yogyakarta - Perhelatan olahraga kedirgantaraan Jogja Air Show atau dikenal JAS ke-12 akan dilangsungkan 26 hingga 30 April 2017. Kegiatan tahunan itu dikemas lebih semarak dengan penyelenggaraan selama hampir sepekan dan disebar di lima kabupaten kota DI Yogyakarta yakni Kota Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, Sleman, Bantul, dan Gunungkidul.
"Event kali ini bukan hanya skala nasional saja, namun sudah diarahkan ke kelas internasional karena melibatkan puluhan peserta dari sembilan negara lain,” ujar Komandan Lanud Adisutjipto Marsekal Pertama TNI Novyan Samyoga di Komplek Kantor Gubernur DIY Kepatihan Yogyakarta Selasa 4 April2017.
Baca juga:
Jogja International Air Show Banjir Ratusan Ribu Wisatawan
Samyoga menuturkan sejak pendaftaran dibuka panitia akhir Maret 2017 lalu, tercatat sudah ada 62 peserta dari negara lain mendaftar khususnya untuk kegiatan terjun payung. Mereka merupakan penerjun dari negara seperti Malaysia, China, Filipina, Kanada, Rusia, Thailand, Norwegia, Perancis, dan Amerika.
Dalam event ini, ada sejumlah jenis kedirgantaraan selain terjun payung itu sendiri. Antaralain terbang layang, paralayang atau paramotor, gantole hingga mikrolet (pesawat nyamuk). “Event kali ini juga dilakukan pemecahan rekor nasional Big Formation terjun payung dengan melibatkan 30 jumper gun (penerjun) yang diangkut dengan Pesawat C-130 Hercules,” ujarnya.
Untuk cabang olahraga paramotor juga akan dipecahkan rekor terbang bersama terbanyak. Selain itu, juga dipecahkan rekor untuk penerbangan pesawat Chuck Glider terbanyak yang semuanya dipusatkan di Pantai Depok Bantul Yogyakarta.
Karena berbarengan dengan peringatan momen kedirgantaaraan yang jatuh tiap bulan April, event JAS 2017 kali ini juga akan dimeriahkan dengan atraksi akobatik pesawat dari Tim Jupiter dan Tim Pegasus TNI AU.
Hendro Satriyo, koordinator panitia JAS 2017 yang juga penanggung jawab penerjunan Boogey Jumping (terjun payung) mengatakan tingginya minat peserta dari manca negara karena panitia kali ini menyediakan dropping zone atau titik pendaratan di area Candi Prambanan Sleman dan Candi Borobudur Magelang Jawa Tengah.
Dropping Zone untuk cabang olahraga terjun payung di tiap kabupaten DIY lainnya menyesuaikan. Misalnya untuk Kabupaten Gunungkidul dipusatkan di Landasan Udara Gading (26 April), di Kabupaten Sleman dipusatkan di Lapangan Shiva Komplek Candi Prambanan (27 April), di Kabupaten Kulon Progo dipusatkan di Alun-Alun Wates (28 April), di Kota Yogyakarta dilakukan di Alun-Alun Utara depan komplek Keraton Yogya dan puncaknya digelar di Kabupaten Bantul yang dipusatkan di Pantai Depok (30 April).
“Pendaratan di area heritage candi merupakan event langka yang ditunggu penerjun dunia, sehingga kami batasi jumlah penerjun manca agar penerjun Indonesia dapat tempat,” ujarnya. Khusus untuk terjun payung ini, penerjun asal Indonesia melibatkan sekitar 30 lebih penerjun yangtergabung dalam Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) Indonesia seluruh provinsi.
Hendro menuturkan, agar dengan even lebih besar kali ini, pihaknya mengantisipasi adanya musibah yang terjadi seperti event JAS 2016 silam. Tahun lalu, seorang atlet terjun payung asal Yogya Wika Milati Mulaningtyas (24), tewas akibat salah melakukan pendaratan dan justru mendarat di tengah laut di selatan Pantai Depok, Bantul.
“Dari invetigasi tim panitia juga TNI, itu murni kecelakaan, sehingga pada event ini kami perketat aturannya,” ujar Hendro yang juga termasuk tim investigasi kasus Wika.
Pengetatan aturan itu misalnya, penerjun yang ikut event ini haruslah memiliki track record minimal 100 kali terjun yang dibuktikan dari log-book nya. “Kami juga siapkan personil SAR lebih banyak di pantai serta cek ketat kondisi peserta,” ujar Hendro.
PRIBADI WICAKSONO