TEMPO.CO, Jakarta -Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai, Kementerian Keuangan menyatakan bahwa motif dari impor paket 36 KTP elektronik palsu asal Kamboja bukanlah terkait Pemilihan Kepala Daerah Serentak yang akan diadakan pada 15 Februari mendatang. Dugaan kuat dari Ditjen Bea Cukai, impor paket ini ditujukan untuk kejahatan ekonomi.
"Kami menduga kalau ini lebih banyak untuk kepentingan ekonomi seperti kejahatan siber, kejahatan perbankan, tindak pencucian uang, prostitusi, judi online," kata Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi dalam konferensi pers di Kantor Pusar Ditjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat, 10 Februari 2017. "Intinya, ada kejahatan ekonomi, sesuatu yang memerlukan rekening dan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) seperti ini."
Baca : Soal E-KTP Asal Kamboja, JK: Ada Dua Kemungkinan
Sebelumnya, Heru Pambudi, membenarkan bahwa pada Jumat, 3 Februari 2017, pihaknya menerima pengiriman sejumlah barang melalui Fedex seberat 560 gram. Barang-barang itu di antaranya 36 lembar KTP, 32 lembar kartu NPWP, satu buku tabungan, dan sebuah kartu ATM.
Ia mengatakan bahwa barang kiriman itu berasal dari Kamboja. "Buku tabungan ini belum ada transaksi baru sebatas membuka rekening," jelas Heru.
Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno Hatta, Erwin Situmorang mengatakan bahwa proses pemeriksaan paket tersebut juga melibatkan pihak Feedex setelah ada kecurigaan pada image hasil x-ray. "Negara asal paket dan uraian barang dalam invoice yaitu ID Card juga selalu jadi pertimbangan pemeriksaan kami selama ini," tambahnya.
Sementara itu, Direktur P2 Humas, Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama menerangkan bahwa dari 32 NPWP yang ikut disita, 30 diantaranya adalah NPWP valid, 2 tidak valid.
FAJAR PEBRIANTO
Simak pula : Gambar Palu-Arit Tersebar di Pamekasan, Polri Duga Provokasi