INFO NASIONAL — Dalam rangka menjamin good governance dan menjaga daya saing produk lokal, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) selalu melakukan pengawasan baik berdasarkan target maupun sewaktu-waktu. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, menegaskan bahwa pengawasan yang dilakukan bertujuan untuk memberikan sinyal bahwa perekonomian Indonesia terus dijaga.
“Pada dasarnya kami juga ingin mendukung kegiatan ekonomi dengan kepatuhan yang baik, dengan efisiensi yang tinggi, sehingga daya saing ekonomi Indonesia juga meningkat,” ujar Sri.
DJBC telah melakukan upaya penertiban terhadap Pusat Logistik Berikat (PLB) dan non-PLB, sebagai berikut:
- Pemblokiran terhadap 17 importir PLB (4 Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan 13 non-TPT) dan 92 importir non-PLB (TPT) dikarenakan tidak patuh menyampaikan SPT (SPT masa PPN dan SPT PPh tahunan).
- Pemblokiran terhadap 27 importir PLB (9 TPT, 2 besi baja, dan 16 lainnya) dan 186 importir non-PLB (TPT) dikarenakan pelanggaran eksistensi, responsibility, nature of business, auditability, atau tidak aktif.
- Pencabutan dan pembekuan izin PLB terhadap 8 PLB dan 5 importir PLB (TPT) dikarenakan pelanggaran eksistensi, responsibility, nature of business, auditability, atau tidak aktif.
- Pemblokiran terhadap 1 importir PLB API-P khusus TPT dikarenakan menjual bahan baku tanpa diproduksi terlebih dahulu.
- Pemblokiran terhadap 3 IKM fiktif di PLB.
- Pemblokiran terhadap 2 importir PLB API-U dikarenakan barang tidak sampai di tujuan dan akan dilakukan investigasi lebih lanjut.
Dalam melakukan evaluasi, di berbagai kesempatan DJBC juga selalu berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, berbagai asosiasi antara lain Asosiasi Produsen Synthetic Fibre Indonesia (APSyFI), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB), Perkumpulan Pusat Logistik Berikat Indonesia (PPKBI), Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Asosiasi Pengusaha Industri Kecil Menengah Indonesia (APIKMI), dan Kamar Dagang dan Industri (KADIN), serta perusahaan yang bergerak di industri tekstil dan produk tekstil.
Dari hasil evaluasi, maka dikeluarkan perintah kepada seluruh jajaran untuk melakukan pengawasan dan penindakan dalam rangka penertiban sebagai berikut:
- Peningkatan kegiatan intelijen.
- Peningkatan kegiatan pemeriksaan lapangan.
- Penerapan Risk Management.
- Peningkatan sinergi dalam Investigasi/joint analysis antara DJBC dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Selain itu, berbagai penyempurnaan kebijakan terkait PLB juga akan dilakukan melalui revisi Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang PLB, dengan substansi perubahan sebagai berikut:
- Pemeriksaan fisik dan dokumen atas importasi melalui PLB berdasarkan Manajemen Risiko.
- Penerapan Risk Engine Pemeriksaan Fisik.
- Persyaratan Profil Risiko tertentu.
- Kewajiban cek eksistensi.
- Pemberian akses IT Inventory dan CCTV kepada DJP.
- Penyampaian hasil audit kepabeanan kepada DJP.
Berbagai penyempurnaan kebijakan akan terus dilakukan dengan substansi usulan revisi peraturan menteri terkait antara lain:
- TPT Hulu dan Antara: Penggabungan komoditi kelompok A dan kelompok B menjadi satu kelompok dan persyaratan tata niaganya hanya berupa Persetujuan Impor (PI) dan kuota saja; Penghapusan persyaratan laporan surveyor dan diusulkan diganti oleh pemeriksaan petugas bea cukai secara manajemen risiko.
- TPT Hilir: Importasi TPT Hilir diperketat dengan persyaratan PI dan kuota sama seperti sektor hulu dan antara dengan tujuan kesetaraan atau harmonisasi tata niaga hulu – hilir; Importasi TPT Hilir hanya boleh melalui pelabuhan tertentu saja; Importasi TPT Hilir tidak memerlukan persyaratan LS dan diusulkan diganti oleh pemeriksaan petugas BC secara manajemen risiko; Pengurangan batasan barang kiriman garment semula 10 pcs menjadi 5 pcs untuk mengurangi ekses penertiban impor borongan yang berpindah ke barang kiriman.
Untuk lebih mengoptimalkan pengawasan akan dibentuk Satuan Tugas (Satgas) yang melibatkan seluruh pihak yang terkait. Kemenkeu diwakili oleh DJBC dan DJP.
Pada akhirnya, pemerintah akan terus membuka pintu dalam menerapkan kebijakan terbaik agar dapat tercipta aturan yang inklusif bagi semua pihak, guna menciptakan efisiensi sistem logistik nasional dalam rangka mendorong laju perekonomian Indonesia. (*)