TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sekaligus anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Indra Simatupang, menjadi tersangka dalam kasus penipuan lebih dari Rp 200 miliar. Dalam kasus itu, pihak kepolisian menduga Indra menjadi otak penipuan dengan modus kerja sama fiktif.
"Tersangka Indra Simatupang sebagai orang yang punya ide dalam melakukan kerja sama fiktif ini," ujar Kepala Subdirektorat Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Hendy F Kurniawan, Kamis, 27 Oktober 2016.
Awalnya, Indra dilaporkan oleh Edy Winjaya, kuasa hukum Louis Gunawan dan Yacub Tanoyo pada 15 Februari 2016. Edy menuduh Indra telah menipu kliennya terkait bisnis minyak kelapa sawit. Louis dan Yacub merupakan pengusaha.
Menurut Hendy, pada 2013, Indra yang belum menjadi anggota DPR mengajak korban untuk berbisnis jual beli Kernel dan minyak kelapa sawit. Minyak itu disebut Indra dibeli dari PTPN V (Riau) dan PTPN VII (Lampung), dan dijual ke PT Sinar Jaya dan PT Wilmar.
"Ia menjanjikan keuntungan 10 persen dari modal yang dikeluarkan dalam waktu 30 hari," kata Hendy. Menurut dia, modal yang dikeluarkan Yacub dan Louis berdasarkan bukti transfer, adalah Rp 96,75 miliar. Sedangkan berdasarkan cek yang diberikan, adalah Rp 112,2 miliar.
Hingga tahun 2015, kerja sama itu berjalan. Louis dan Yacub pun menerima keuntungan. Namun selama itu pula uang modal awal mereka yang lebih dari Rp 200 miliar, tidak kembali. "Alasannya Indra untuk pembelian slot, namun faktanya tak pernah ada," kata Hendy.
Hingga pada April 2015 kerja sama berhenti dan Louis dan Yacub tak mendapat keuntungan lagi. Uang modal mereka pun tak pernah kembali.
Setelah melaporkan kejadian itu ke Polda pada Februari lalu, pada 13 Juni 2016, penyidik melakukan gelar perkara di Rowassidik Bareskrim Polri. Surat izin Presiden untuk penyidikan terhadap Indra, terbit pada 28 Juli 2016.
Selain menetapkan Indra sebagai tersangka, Hendy juga menetapkan dua tersangka lain, yakni ayah kandung Indra, Muwardy P Simatupang dan staf pribadi Indra, Suyoko.
Menurut Hendy, Muwardy diduga berperan meyakinkan korban sejak awal dan sempat menerima bagian Rp 50 juta dari setiap kontrak fiktif itu. Sedangkan Suyoko berperan sebagai pembuat perjanjian bersama korban, serta memalsukan semua tanda tangan dalam perjanjian itu.
Tim Jatanras juga menyita sejumlah barang bukti, berupa perjanjian yang diduga fiktif, cek kosong, satu set komputer, stempel, bukti-bukti pengiriman uang, serta dokumen lain yang berjumlah 11. Hendy juga mengatakan timnya telah memeriksa 10 saksi dan satu saksi ahli hukum pidana.
Indra terancam terjerat dengan pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang penipuan.
Indra merupakan anggota DPR Komisi IX. Ia sebelumnya bertugas di Komisi VI yg membidangi Perdagangan, Perindustrian dan BUMN. Ia menjadi anggota DPR periode 2014-2019 melalui PDI Perjuangan untuk daerah pemilihan Kabupaten Bogor.
EGI ADYATAMA