TEMPO.CO, Jakarta - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat meloloskan Rancangan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk disahkan menjadi Undang-Undang pada sidang paripurna pekan depan setelah melalui beberapa revisi.
“Sebanyak 10 fraksi dapat menyetujui dibawa dalam pembicaraan rapat tingkat dua untuk disahkan menjadi undang-undang,” kata Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari di DPR, Kamis, 20 Oktober 2016.
Anggota Komisi I Alimin Abdullah sepakat RUU ITE disahkan. Namun, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan. Politikus Fraksi Partai Amanat Nasional ini sepakat pasal mengenai penyadapan diatur khusus. Sebab, penyadapan erat kaitannya dengan pelanggaran hak asasi manusia apabila tidak diatur secara rinci.
Selain itu, ia menyetujui adanya pengurangan hukuman dari pasal pencemaran nama baik. Semula hukuman bagi pelaku pencemaran nama baik adalah 6 tahun dengan denda Rp 1 miliar. Kini, pihaknya setuju hukuman tersebut menjadi 4 tahun dengan denda Rp 750 juta, namun tergolong ke dalam delik aduan.
Anggota dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Sukamta menambahkan pasal pencemaran nama baik hendaknya dibuat ketentuan secara cermat dan profesional. Sehingga, hak menyatakan pendapat tidak terganggu lantaran ada pengaturan teknisnya. Selain itu, untuk pasal pemeriksaan, penyelidikan, penyidikan, dan prosesnya harus dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara sepakat RUU tersebut berlanjut untuk disahkan pada Sidang Paripurna DPR. Ia sepakat pasal 27 ayat 3 berkaitan dengan penghinaan atau pencemaran nama baik dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 750 juta. “Ketentuan tersebut adalah delik aduan, bukan delik umum,” kata dia.
Rudiantara pun sepakat dengan keputusan Mahkamah Konstitusi, yaitu mengubah pengaturan tata cara penyadapan yang dulunya berada di peraturan pemerintah untuk dimasukkan dalam undang-undang.
DANANG FIRMANTO