TEMPO.CO, Bandung - Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Kasbani mengatakan sumber gempa Subang berkekuatan 6,5 skala Richter yang terjadi pada Rabu, 19 Oktober 2016, pukul 07:25 WIB, berasal dari zona subduksi di bawah Laut Jawa. “Sumber gempa di kedalaman 650 kilometer, dalam banget. Dari hasil rekonstruksi, itu berasal dari Zona Benioff. Diperkirakan kejadian gempa bumi tersebut bersumber dari aktivitas zona subduksi,” kata dia saat dihubungi, Rabu, 19 Oktober 2016.
Kasbani mengatakan Zona Benioff itu areal subduksi lempeng benua di kerak bumi di dasar laut. “Daerah ini lokasi lempeng Hindia Australia menunjam di bawah Pulau Jawa, sumber gempanya ada di titik ini, di kedalaman ini terjadi pergerakan,” kata dia.
Pusat gempa itu berada di zona subduksi di bawah Laut Jawa. BMKG melansir gempa berkekuatan 6,5 skala Richter pada kedalaman 654 kilometer berjarak 120 kilometer timur laut Kota Subang. Sementara USGS Amerika Serikat menyatakan gempat itu berkekuatan 6,2 magnitudo dengan kedalaman 622,7 kilometer, lalu Geo Forschungs Zentrum (GFZ) Jerman mencatat kekuatan gempa itu 6,1 magnitudo dengan kedalaman 618 kilometer. “Lokasi terdekat itu Subang,” kata Kasbani.
Menurut Kasbani, kekuatan gempa yang relatif kuat, kendati sumbernya relatif dalam, goncangannya akan terasa luas, di antaranya meliputi Bengkulu, Batang, Jakarta, serta Bandung. “Di kantor kami terasa goncanganya, lumayan,” kata dia.
Kasbani mengatakan kekuatan goncangan itu akan terasa berbeda. Di wilayah Bandung misalnya, goncanganya belum tentu terasa di daerah utaranya karena geografisnya berupa pegunungan. “Tidak semua daerah akan merasakan goncangannya, tergantung jenis batuan yang ada di tempat itu. Kalau janis batuannya yang tidak terkonsolidasi, akan lebih terasa daripada daerah-daerah yang tanahnya lebih padat,” papar dia.
Dia mencontohkan, kantornya di Kompleks Badan Geologi di Jalan Diponegoro, Kota Bandung, jenis batuan di bawahnya termasuk jenis batuan yang tidak terkonsolidasi berupa sedimen sehingga guncangan gempa Subang terasa. “Di satu daerah pun tidak sama. Di tempat-tempat yang terbentuk dari batuan keras mungkin tidak terasa,” kata Kasbani.
Kasbani mengatakan gempa yang lokasinya berada di sekitar Laut Jawa relatif tidak merusak, serta tidak berpotensi menimbulkan tsunami karena termasuk gempa dalam. “Di utara Jawa ini pusat gempanya dalam-dalam. Lokasi penunjaman lempeng benua yang berada di bawah Pulau Jawa ini dalam sekali, maka kecil sekali kemungkinan terjadinya tsunami,” kata dia.
Berbeda dengan lokasi pusat gempa yang berada di pesisir selatan Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur, serta bagian perairan barat Sumatera yang pusat gempanya relatif dangkal. “Gempanya berpotensi merusak,” kata Kasbani.
Menurut Kasbani, tsunami bisa terjadi dengan sejumlah syarat. Pertama, sumber gempa berada di laut, kekuatannya guncanganya besar di atas 6 skala Richter, sumber gempanya dangkal, dan terakhir bergantung pada mekanisme gempa yang terjadi. “Apakah sesar naik atau turun. Kalau turun biasanya akan diikuti dengan tsunami,” kata dia.
Gempa Subang terjadi pada Rabu, 19 Oktober 2016, pukul 07:25:57 WIB. PVMBG melansir belum menerima laporan terjadinya kerusakan akibat gempa tersebut. BMKG mencatat gempa itu terasa di Jakarta, Pacitan, serta Bantul dengan skala II-III MMI. Gempa dalam itu tidak menimbulkan deformasi di dasar laut.
AHMAD FIKRI