TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum Hadar Nafis Gumay mengatakan sosok Ketua Umum KPU Husni Kamil Manik sangat mengkritisi ketentuan KPU yang harus berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Hal tersebut seperti tertuang dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah yang baru.
Dalam Pasal 9 UU Pilkada dijelaskan, KPU bertugas menyusun dan menetapkan peraturan KPU dan pedoman teknis tiap tahapan setelah berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah. Konsultasi dilakukan dalam rapat dengar pendapat yang keputusannya mengikat.
Hal tersebut, menurut Hadar, dianggap mengurangi kemandirian KPU. "Kami ingin ciptakan kemandirian lembaga ini, sehingga pemilu terselenggara baik," kata Hadar di TPU Jeruk Purut, Jakarta, Jumat, 8 Juli 2016.
Pasal tersebut sempat pula mendapatkan kritik dari berbagai kalangan. Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengatakan hal itu berpotensi menganggu independensi kinerja KPU.
"Itu akan merusak kemandirian penyelenggaraan pemilu buat KPU," kata Fadli dalam diskusi Catatan Awal terhadap Hasil Revisi UU Pilkada di Jakarta, Minggu, 5 Juni 2016.
Fadli mengatakan ada lembaga independen yang tidak wajib berkonsultasi dengan DPR dalam menentukan peraturan. Ia menyebut di antaranya adalah Komisi Pemberantasan Korupsi atau Komisi Yudisial. Apabila KPU harus mematuhi hasil konsultasi dengan DPR, ada dugaan langkah KPU akan diintervensi DPR, sehingga bisa berpotensi menguntungkan kader partai tertentu yang akan maju pada pemilihan.
Hadar menambahkan, belum lama ini, Husni sempat mengambil rekaman di TVRI untuk salah satu program acaranya. Ia menuturkan saat itu Husni mendebat Ketua Komisi Dalam Negeri DPR Rambe Kamarul Zaman terkait dengan pasal tersebut. "Menarik sekali kalau hal itu ditayangkan," tuturnya.
AHMAD FAIZ