TEMPO.CO, Purwakarta - Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menilai terjadinya sejumlah kasus teror bom bunuh diri di Indonesia adalah akibat ketidaktegasan pemerintah pusat terhadap individu atau golongan yang selama ini mengajarkan radikalisme.
Dedi mengungkapkan, di satu pihak, pemerintah pusat selalu meminta pemerintah daerah melakukan deteksi dini bahkan memerangi berbagai ancaman gerarakan radikalisme dan terorisme. "Tetapi, pada saat yang sama pemerintah pusat melakukan pembiaran terhadap individu dan kelompok yang terang-terangan diketahui mengajarkan paham radikalisme dan teror atas nama agama," ujar Dedi kepada Tempo, di sela-sela acara Karnaval Ngadulag (takbir keliling sambil bawa beduk), Selasa malam, 5 Juli 2016.
Akibatnya, paham radikalisme dan terorisme itu menyebar ke berbagai kalangan dengan cukup leluasa. Padahal, kata Dedi, kalau pemerintah pusat bertindak tegas dan tidak memberi ruang sedikit pun kepada individu dan kelompok yang menyebarkan radikalisme niscaya tidak akan terjadi peristiwa seperti serangan bom bunuh diri di markas Polresta Solo/Surakarta yang tejadi Selasa pagi, 5 Juli 2016.
Dedi lalu mencontohkan larangan pemerintah atas salah satu ormas yang mengajarkan paham dan idiologi yang anti-Pancasila dengan kedok kegiatan dan syiar agama Islam. Tetapi, kenyataannya, sampai saat ini, nama ormas yang dinyatakan terlarang itu, tidak pernah diumumkan ke publik. Akibatnya, mereka dengan bebas terus menyebarkan paham dan ideologinya.
Hal semacan ini, kata Dedi, berbahaya jika terus dilakukan. Pasalnya, kata dia, hanya pemerintah pusat yang memiliki piranti deteksi dini dan upaya pencegahan terorisme. "Ada pun daerah melakukan tugas pembantuan saja," katanya.
Dedi mengungkapkan, sejauh ini, Pemerintah Purwakarta terus melakukan upaya-upaya pencegahan penyebaran paham radikalisme dan terorisme, bekerjasama dengan pihak kepolisian dan TNI melalui Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkominda).
Dedi juga mengklaim telah melakukan kerjasama dengan berbagai elemen masyarakat, terutama tokoh agama dan tokoh adat agar terus mewaspadai gerakan-gerakan yang mencurigakan. "Misalnya dengan aksi ronda malam, pengetatan catatan kependudukan terutama buat warga pendatang," Dedi menjelaskan.
Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo, mengatakan pemerintah daerah perlu bekerja sama dengan kepolisian, TNI, Badan Intelijen Negara, dan kejaksaan, untuk membangun stabilitas di daerah. Selain itu, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menyarankan agar pemda berkomunikasi dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama untuk mendeteksi dini ancaman tersebut.
Tjahjo juga menyarankan agar setiap daerah menggelar kembali sistem keamanan keliling (siskamling). Menurut dia, siskamling ini harus dihidupkan kembali di setiap desa, kelurahan, RT/RW, dan melibatkan semua masyarakat. “Kita harus berani menentukan sikap: siapa kawan siapa lawan, kepada siapapun yang dengan sengaja atau terskenario merusak persatuan kesatuan,” kata dia.
Serangan bom bunuh diri di Mapolresta Surakarta terjadi Selasa pagi pukul 07.15. Kejadian itu diawali dengan seorang pengendara sepeda motor bernama Nur Rohman yang menerobos masuk Mapolresta Surakarta. Ia menggunakan sepeda motor jenis automatic hijau bernomor polisi AD-6136-HW. Anggota kepolisian, Brigadir Bambang Adi, staf di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu, menghadang pelaku dan memicu pelaku meledakkan diri.
NANANG SUTISNA