TEMPO.CO, Jakarta - Provinsi Papua Barat bertekad mempertahankan predikat opini wajar tanpa pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan. Papua Barat menerima predikat ini dari BPK pada 2014.
"Untuk itu, para bendahara di lingkungan kantor gubernur harus bekerja secara profesional, berintegritas, dan tepat waktu," kata Gubernur Papua Barat Abraham O. Atururi dalam sambutan yang dibacakan Staf Ahli Bidang Pemerintahan Jackonias Sawaki pada acara Bimbingan Teknis Penatausahaan Keuangan bagi Aparatur Sipil Negara Pengelola Keuangan di lingkup Sekretariat Daerah Papua Barat di Jakarta, Selasa, 10 Mei 2016.
Gubernur berpesan, para bendahara perlu benar-benar fokus mengkaji materi yang disampaikan selama pelatihan. "Ajukan pertanyaan kepada narasumber bila ada hal-hal yang belum dipahami," ujar Gubernur.
Pelatihan berlangsung selama dua hari, diikuti semua bendahara di biro-biro di lingkungan Sekretariat Daerah Papua Barat. Selain menghadirkan narasumber dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, materi juga diberikan oleh antara lain motivator Revolusi Mental, Yusef Hilmi.
Menurut Kepala Biro Umum Setda Papua Barat Rudolf Rumbino, pelatihan bertujuan memberikan pemahaman dan kesempatan kepada para pengelola keuangan untuk meningkatkan kompetensinya. "Mereka juga dapat menggunakan waktunya untuk saling berkoordinasi dan berbagi tentang hal hal yang belum dipahami," tuturnya.
Kepala Bagian Keuangan Setda Papua Barat John Paga berharap pelatihan dapat dilakukan setiap tahun. Sebab, aturan dan kebijakan keuangan terus berubah. "Bila dilaksanakan setiap tahun, para bendaharawan dapat terus memutakhirkan pengetahuannya, terutama tentang sistem anggaran berbasis kinerja dan sistem keuangan berbasis akrual (Accrual Basis)," ujarnya.
Akrual adalah suatu metode akuntansi di mana penerimaan dan pengeluaran diakui atau dicatat ketika transaksi terjadi, bukan ketika uang kas untuk transaksi-transaksi tersebut diterima atau dibayarkan.
YOSEP