TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Umum Rumah Sakit Sumber Waras Abraham Tedjanegara mengatakan bahwa biaya dalam perjanjian pengalihan lahan rumah sakit kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggunakan dana pihak rumah sakit.
Awalnya, biaya ditanggung Pemprov DKI. Misalnya ketika menyediakan jasa notaris. Namun faktanya, kata Abraham, notaris itu tidak berperan. "Tadinya ia (notaris) ditunjuk oleh Pemda, tapi ada beberapa masalah, mungkin karena biaya," kata Abraham di ruang pertemuan RS Sumber Waras, Jakarta Barat, Sabtu, 16 April 2016.
Setelah biaya ditalangi oleh rumah sakit, maka mereka sepakat mengganti notaris, yakni Tri Firdaus Akbarsyah. "Kami menunjuk Tri Firdaus karena selama ini kami tahu siapa dia," ujarnya.
Baca juga: Kata Direktur Sumber Waras Kenapa Jual Lahan ke Pemprov DKI
Menurut Abraham, rumah sakit menawarkan harga lahan sesuai nilai jual objek pajak (NJOP) kepada Pemprov. NJOP itu, kata dia, ditetapkan oleh pemerintah. Selain tanah, Abraham juga sempat menawarkan bangunan di atas tanah itu senilai Rp 25 miliar. Namun setelah bernegosiasi, Pemprov DKI tidak membayar Rp 25 miliar. Semua biaya selama jual beli dibayar oleh pihak rumah sakit.
"Menurut saya negara sudah diuntungkan, karena tidak membayar bangunan Rp 25 miliar dan ongkos-ongkos. Kami merasa tidak merugikan negara. Malah menguntungkan negara," ujar Abraham. Adapun soal perbedaan harga, ia mengaku tidak mengerti.
Pembelian lahan rumah sakit ini memicu polemik. Apalagi setelah Badan Pemeriksa Keuangan menganggap prosedur pembelian menyalahi aturan dan menduga ada kerugian negara hingga Rp 191 miliar. Lalu Komisi Pemberantasan Korupsi menyelidiki kasus ini sejak 20 Agustus 2015.
Baca juga:Cerita Bank Soal Pembayaran RS Sumber Waras, Ternyata Pakai Cek
Abraham menjelaskan, RS Sumber Waras setuju menjual sebagian lahannya kepada Pemprov DKI Jakarta setelah ditawari oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, 6 Juni 2014. kala itu Ahok menjabat sebagai pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta. Penandatanganan akta pelepasan hak dari rumah sakit ke Pemprov DKI terjadi pada 17 Desember 2014. Dalam penjualan itu, harga tanah yang ditawarkan rumah sakit sesuai dengan NJOP PBB 2014, yakni Rp 20,7 juta.
Abraham juga menawarkan bangunan Rp 25 miliar untuk dibeli Pemprov. Namun, setelah bernegosiasi, penawaran itu tidak disetujui. Pemprov tak membeli bangunan rumah sakit. Total harga tanah yang dibeli Pemprov senilai Rp 755 miliar atau tepatnya Rp 755.689.550.000. Pembayarannya melalui transfer ke Bank DKI Jakarta Yayasan Sumber Waras.
REZKI ALVIONITASARI
Catatan redaksi:
Berita ini telah direvisi pada Minggu, 17 April 2016. Sebelumnya pada paragraf kedua dari bawah tertulis harga tanah yang ditawarkan rumah sakit sesuai dengan NJOP PBB 2014 Rp 27 juta. Angka yang benar adalah Rp 20,7 juta.