TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Direktur Utama Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) Richard Joost Lino kembali memenuhi panggilan Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. Kali ini, Lino diperiksa terkait dengan pendapatan dia selama menjadi Dirut Pelindo II.
"Soal pendapatan, harta. Pendapatan selama 6,5 tahun di Pelindo, hal biasa," kata Lino setelah menjalani pemeriksaan pada Kamis, 4 Februari 2016. Lino datang bersama kuasa hukumnya, Friedrich Yunadi, pada pukul 13.00 WIB. Pemeriksaan terhadap Lino selesai sekitar pukul 15.00 WIB.
Saat datang, Lino yang mengenakan kemeja putih panjang dan celana panjang cokelat tampak membawa sebuah tas selempang yang cukup tebal. Menurut dia, tas itu berisi dokumen aset kekayaan yang dimiliknya. "Harta saya kan banyak," ucapnya sambil tersenyum.
Adapun Friedrich Yunadi menuturkan data keuangan yang diperiksa Bareskrim tidak ada masalah sama sekali. "Clean and clear, semua sudah diperiksa KPK, tidak ada masalah," ujarnya.
Ia menegaskan tidak bersalah dalam kasus pengadaan crane itu. Walau begitu, Lino mengaku siap menghadapi pemeriksaan-pemeriksaan selanjutnya, termasuk dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Sebagai warga negara baik, harus hadapi," kata Lino.
Polri mengincar Lino dalam pengadaan mobile crane di Tanjung Priok pada 2011. Kepolisian menuding proyek itu merugikan negara puluhan miliar lantaran crane yang didatangkan Lino mangkrak dan tak sesuai dengan spesifikasi. Saat ini statusnya di kepolisian masih saksi.
Namun di KPK, Lino sudah menjadi tersangka sejak 18 Desember 2015. Lino diduga menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi terkait dengan pengadaan QCC di Pelindo II pada 2010.
Lino diduga memerintahkan pengadaan tiga unit quay container crane di Pelindo II dengan menunjuk langsung HDHM dari Cina sebagai penyedia barang. Tiga unit QCC tersebut ditempatkan di Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak.
EGI ADYATAMA