TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Rosmina menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion dalam pemberian vonis mantan Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino. Dalam kasus ini, RJ Lino divonis 4 tahun penjara.
Namun, Rosmina menganggap Lino tidak melakukan korupsi dalam pembelian 3 unit Quayside Container Crane. Rosmina menyatakan tidak ditemukan niat jahat dari RJ Lino dalam pembelian 3 crane twinlift tersebut.
"Maka beralasan hukum untuk membebaskan terdakwa dari segala tuntutan sebagaimana dakwaan pertama dan kedua dari penuntut umum," kata Rosmina saat sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 14 Desember 2021.
Rosmina mengatakan RJ Lino memang melakukan pelanggaran prosedur dalam pembelian crane itu. Misalnya dalam pemilihan model crane ganda atau twinlift dari sebelumnya crane tunggal atau singlelift. Namun, menurut dia, pembelian crane twinlift tersebut dilakukan karena perbandingan harga yang lebih murah.
Rosmina berujar tidak menemukan fakta hukum bahwa Lino memperoleh keuntungan pribadi dari pembelian itu. Dia mengatakan pembelian itu menguntungkan orang lain juga tidak terbukti.
Ia pun membuka hitung-hitungan kerugian negara. Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menilai berkaitan dengan nilai pembayaran pengadaan dan pemeliharaan 3 unit QCC twin lift 61 ton yang disebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar 1.997.740,23 dolar AS atau setara sekitar Rp17 miliar.
Perhitungan kerugian negara dalam perkara tersebut dilakukan dua lembaga, yaitu BPK RI dan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK.
Berdasarkan hasil perhitungan pembayaran riil yang dilakukan PT Pelindo II kepada HDHM Cina, kata Rosmina, sebesar 15.165.150 dolar AS di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) KPK dan BPK.
Hal tersebut terjadi karena kepada PT HDHM dikenai denda keterlambatan pengiriman barang. Namun, Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK menyebutkan jumlah bersih yang diterima HDHM dari Pelindo II atas pelaksanaan pengadaan 3 unit pengadaan QCC adalah 15.554.000 dolar AS.
Rosmina menilai Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK tidak cermat dalam menghitung jumlah kerugian negara.
BPK, menurut Rosmina, menghitung kerugian negara dengan cara menghitung selisih nilai pembayaran pembangunan dan pengiriman serta pemeliharan 3 unit QCC dengan nilai realiasi pengeluaran HDHM.
Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK memilih untuk (A) menghitung jumlah bersih yang diterima HDHM dari pembayaran Pelindo II, (B) menghitung jumlah pengadaan 3 QCC yaitu nilai HPP di manufaktur di Cina ditambah dengan margin keuntungan wajar dan biaya lain-lain, termasuk biaya pengiriman dan biaya lainnya sampai siap dipakai oleh Pelindo II sehingga jumlah kerugian negara adalah poin (A) dikurangi poin (B).
Menurut hakim Rosmina, di antara metode perhitungan kerugian negara antara yang dilakukan BPK dan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK terjadi perbedaan, yaitu BPK tidak lagi memperhitungkan keuntungan penyedia barang sedangkan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK memperhitungkan keuntungan meski kerugian negara disebut timbul akibat adanya penyimpangan-penyimpangan.
Rosmina menyebut tujuan pengadaan barang adalah keuntungan baik penyedia maupun pengguna. Jika pengadaan menyimpang, keuntungan tidak dapat diterima.
"Namun, dalam perhitungan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK terdapat perbuatan-perbuatan menyimpang dari peraturan yang berlaku namun tetap kepada penyedia barang diberi hak untuk mendapat keuntungan," kata hakim Rosmina
Perhitungan keuntungan yang dilakukan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK, menurut Rosmina, telah melakukan pelanggaran asas perhitungan kerugian negara, yaitu keuntungan hanya dapat diberikan jika ada pelanggaran
Oleh karena itu, katanya lagi, Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK dilakukan secara tidak cermat dan melanggar asas perhitungan kerugian negara, sehingga perhtingan keuntungan bisa dikesampingkan.
Kedua, Rosmina menyebut penggunaan QCC twin lift membawa keuntungan baik bagi pengguna jasa pelabuhan maupun pada perusahaan dalam hal ini Pelindo II.