TEMPO.CO, Bandung - Hendra Saputra, 33 tahun, kini bisa bernapas lega. Pasalnya, pada 21 Januari 2016, majelis kasasi Mahkamah Agung memutuskan bahwa office boy, yang tersandung kasus korupsi pengadaan videotron di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada 2012 itu, akhirnya dinyatakan bebas murni. "Alhamdulillah, ucapan ini ungkapan rasa syukur kami. Perjuangan selama ini akhirnya mendapat apresiasi dari penegak hukum," kata Hendra saat ditemui Tempo di sela-sela syukuran keluarganya.
Majelis kasasi Mahkamah Agung membebaskan Hendra yang terseret kasus korupsi proyek videotron di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Keputusan itu diambil majelis hakim yang terdiri atas Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme, Rabu, 20 Januari 2016. Dalam pertimbangan hakim, Hendra hanya berperan sebagai "boneka" yang dimainkan oleh pelaku utama dalam kasus ini, yakni Riefan Avrian, sebagai Direktur Utama PT Imaji Media. Riefan merupakan anak mantan Menteri Koperasi, Sjarifuddin Hasan.
Namun putusan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung sepertinya terlambat. Hendra yang tidak lulus sekolah dasar ini tetap menyandang status sosial sebagai mantan narapidana di lingkungan tempat tinggalnya karena sebelumnya Hendra sudah menjalani 13 bulan masa kurungan di Lapas Cipinang. Bahkan hingga kini, status sebagai mantan narapidana membuatnya susah mencari kerja. Padahal dia harus menghidupi seorang istri dan dua anaknya yang masih kecil. "Susah dapat kerja. Yang kecil-kecil saja enggak ada yang nawarin sekarang."
Selama satu tahun ke belakang seusai menjalani masa hukuman kurungan, hingga saat ini Hendra masih belum memiliki pekerjaan. Untungnya, orang tua dan keluarganya masih sering memberikan uang untuk kehidupan sehari-hari. "Orang tua sama kakak masih sering ngasih. Ngandelin dari situ saja. Paling kerja kuli kemarin selama sebulan. Dibayar Rp 50.000 sehari. Sekarang nganggur lagi," akunya.
Hendra berharap bukan hanya putusan bebas murni yang diberikan, melainkan namanya juga dipulihkan dan dibersihkan agar status sebagai koruptor tidak lagi melekat padanya. Selain itu, jika memang diberikan santunan dari negara, Hendra tidak berharap uang, tapi pekerjaan tetap. "Saya minta dibersihkan nama saya karena saya ingin dapat pekerjaan lebih baik lagi. Saya sampai saat ini belum bisa membahagiakan anak istri saya," ujarnya lemah.
Keluhan juga diungkapkan oleh Dewi Nurapipah, 29 tahun, istri Hendra Saputra. Sampai hari ini dia belum sanggup melunasi utangnya yang mencapai jutaan rupiah. Selama suaminya dibui, Dewi selalu mencari pinjaman uang untuk menghidupi dua anaknya. Bukan hanya itu, Dewi sering meminjam uang untuk ongkos ke Jakarta, berjuang dan memprotes hukuman yang diberikan kepada Hendra Saputra bersama LSM Gabungan Anak Jalanan yang dipimpin oleh Dodi Permana.
"Saya bela-belain pinjam ke sana-sini untuk ongkos bolak-balik dari Bogor ke Jakarta untuk menemani Hendra dalam persidangan. Sekali pulang-pergi bisa habis Rp 300.000," ucap Dewi. Hendra bersama keluarga kecilnya itu kini tinggal dan menetap di Desa Cisalada, Kampung Pancuran Tujuh, Cikupa, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Menyikapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Gabungan Anak Jalanan Dodi Permana meminta kepada negara untuk memulihkan nama baik Hendra Saputra. Atau setidaknya memberikan pekerjaan tetap untuk Hendra. "Saya menuntut pemerintah negara untuk ganti rugi atas kesalahan aparatur negara dan mengembalikan hak yang terampas. Citranya dibersihkan dan kehidupannya diperbaiki," tegasnya.
Dodi menilai kasus Hendra Saputra menunjukkan citra buruk penegak hukum. Selain itu, hukum harus berlaku adil meskipun yang berbuat salah adalah anak menteri. "Kemarin anak pejabat negara bergelimang proyek, sekarang anak Presiden jualan martabak, itulah revolusi mental sebenarnya. Jangan ada lagi anak pejabat memanfaatkan jabatan orang tuanya sehingga merusak citra bangsa," ucapnya.
PUTRA PRIMA PERDANA