TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, yang terseret kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji, punya cara unik dalam membacakan pleidoinya. Ia membaca pembelaannya di depan pengadian tindak pidana korupsi Jakarta itu dengan berdiri, Senin, 4 Januari 2016.
Di awal sidang, mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini terlihat membuka pagar pembatas pengunjung di ruang sidang. Ia melangkah ke hadapan Majelis Hakim, mengambil posisi untuk membacakan pembelaannya.
"Izinkan saya membacakan pembelaan sambil berdiri, Yang Mulia," katanya. Suryadharma kemudian membacakan tulisan-tulisan yang sudah ia rangkai di atas beberapa lembar kertas.
"Nota pembelaan ini dibuat selain upaya saya menjelaskan duduk persoalan yang dituntutkan kepada saya, juga sebagai pertanggungjawaban sebagai kepala keluarga dan mantan Menteri Agama," katanya memulai pembelaan.
Suryadharma kemudian menyebutkan nama istri, anak-anak, dan cucunya. "Kepada istri tercinta dan anak tersayang, Papa tidak pernah lepas doa untuk kalian," katanya. Suryadharma melantunkan rangkaian doa kepada keluarganya.
Masih menatap kertas, Suryadharma kemudian menyebut nama Susilo Bambang Yudhoyono, atasannya saat dia menjabat Menteri Agama. Ia mengatakan tak pernah berniat mengkhianati negara dengan melakukan tindakan tidak terpuji dalam jabatannya sebagai Menteri Agama. Menurut dia, justru banyak kemajuan yang membanggakan yang telah dibuatnya.
Suryadharma Ali merupakan terdakwa dugaan tindak pidana korupsi. Ia dituntut 11 tahun penjara serta membayar Rp 3 miliar dengan subsidair 4 tahun penjara. Jaksa menilai Suryadharma terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan haji di Kementerian Agama. Selama ia menjabat sebagai Menteri Agama pada 2010-2014, Surya diduga menyalahgunakan wewenang saat menunjuk petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji dan petugas Pendamping Amirul Haji.
Surya juga dinilai telah mengarahkan tim Penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia agar menyewa penginapan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Jaksa mengatakan Surya telah memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak sesuai dengan ketentuan serta menyalahgunakan Dana Operasional Menteri (DOM) untuk kepentingan pribadi.
Untuk itu, Suryadharma dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
Suryadharma yang mengenakan kemeja batik lengan panjang berwarna coklat kemudian menjabarkan prestasinya sebagai Menteri Agama. Ia mengklaim membantu meringankan beban para jemaah haji dengan membebaskan biaya paspor, makan, hingga pemondokan jemaah. "Demikian juga kebutuhan yang mungkin kecil namun sangat penting seperti gelang haji sebagai identitas," katanya.
Ia juga mengaku telah mengelola keuangan haji sedemikian rupa sehingga menghasilkan manfaat yang besar. Bekerja sama dengan berbagai bank, dana Corporate Social Responsibility (CSR) dilimpahkan untuk program Kemenag yang tidak dibiayai APBN. "Untuk pemberdayaan masyarakat, pendidikan, dan peningkatan kualitas penyelenggaraan haji," katanya.
Dalam pleidoinya, Suryadharma bahkan sempat menyebutkan tiga program kerja yang belum terlaksana selama ia di Kemenag. Pertama, pembangunan pondok jemaah haji di Mekkah. Kedua, pembelian pesawat Airbus 380 dengan kapasitas jemaah kelas ekonomi mencapai 800 orang. Terakhir, pembangunan 150 mesjid per tahun menggunakan dana abadi umat.
Suryadharma mengatakan apa yang dilakukannya di Kemenag murni untuk bekerja. Ia mengaku tidak pernah terbesit dalam pikirannya untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri maupun orang lain. "Saya telah bekerja dengan sungguh-sungguh mengerahkan pikiran, pengetahuan dan waktu saya untuk membantu mengurus 1,26 juta jemaah haji," katanya.
Pembacaan pembelaan Suryadharma ditutup dengan ucapan terima kasih kepada tim kuasa hukumnya, KPK, serta semua pihak yang telah memberikan perhatian kepadanya. Pada akhir pembelaan yang berlangsung selama sekitar 30 menit tersebut, sayup-sayup terdengar isak tangis keluarga Suryadharma.
VINDRY FLORENTIN