Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ben Anderson, Intelektual di Balik Gerakan LGBTIQ Indonesia

Editor

Sunu Dyantoro

image-gnews
Profesor Benedict Anderson dari University of Cornell memberikan kuliah Umum di FIB UI, Jakarta, 10 Desember 2015. TEMPO/Frannoto
Profesor Benedict Anderson dari University of Cornell memberikan kuliah Umum di FIB UI, Jakarta, 10 Desember 2015. TEMPO/Frannoto
Iklan

TEMPO.CO, Surabaya - Sosiolog Dede Oetomo mengatakan ahli masalah Indonesia Ben Anderson merupakan tokoh penting di balik geliat gerakan LGBTIQ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Interseks, Queer) di negeri ini. Profesor emeritus di Universitas Cornell, Ithaca, New York itu menginspirasi mahasiswanya yang kelak menjadi pelopor organisasi gay pertama di Indonesia. 

“Yang tidak banyak orang tahu, Pak Ben banyak membantu bahan bacaan buat saya ketika saya merintis pendirian Lambda Indonesia,” kata pendiri GAYa Nusantara, Dede Oetomo, Rabu 16 Desember 2015.

Tempo mewawancarai Dede yang sedang mengikuti konferensi di Bangkok menggunakan skype.  Lambda adalah sebuah organisasi gay terbuka pertama yang dibentuk Dede pada 1 Maret 1982 sebelum mendirikan GAYa Nusantara. 

Ben Anderson adalah profesor dari Universitas Cornell, Amerika Serikat yang ikut mewarnai pemikiran dunia tentang Indonesia. Ben Anderson wafat di Batu, Jawa Timur, Minggu dinihari, 13 Desember 2015. Ben, 79 tahun, datang ke Indonesia untuk mengisi kuliah umum bertema anarkhisme dan nasionalisme di kampus Universitas Indonesia, Depok, Kamis, 10 Desember 2015.

Ben sempat  mengkritik Dede sebelum Lambda Indonesia didirikan. Waktu itu Ben mengomentarinya, “Indonesia kan sudah beres, sudah ada warok.” Dede berkukuh lalu mendebatnya, dengan mengungkapkan bahwa kaum gay kini tidak mungkin bisa kembali menjadi warok. Lambda pun hanya bertahan hingga tahun 1986.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meski semula mengkritik, Dede mengungkapkan, dari Ben ia mengenal literatur tentang relasi warok-gemblak, serta mairil, sebuah hubungan seks dan cinta antara santri pria. “Juga mengenai awal-awal gerakan wadam,” katanya. Ben, kata Dede, membukakan matanya bahwa Indonesia kaya atas studi homoseksualitas dan transgender.

Hal itu diketahui Ben dari kajiannya  mengenai Indonesia. Dari sana Dede memberi nama GAYa Nusantara sebagai kelanjutan dari Lambda. “Sehingga betul-betul ini merupakan perjuangan dengan warna nusantara yang kuat,” kata Dede.

ARTIKA RACHMI FARMITA

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Tentang Soe Hok Gie, Aktivis Mahasiswa Di Sebuah Zaman

17 Desember 2021

Soe Hok Gie. (net)
Tentang Soe Hok Gie, Aktivis Mahasiswa Di Sebuah Zaman

Soe Hok Gie, aktivis yang bekuliah di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia pada kurun waktu 1962-1969. Mahasiswa ini wafat di Gunung Semeru.


Tempo Institute Akan Gelar Diskusi #MengenangBen Anderson  

18 Januari 2016

Poster Diskusi Ben Anderson di Tempo, 20 Januari 2016.
Tempo Institute Akan Gelar Diskusi #MengenangBen Anderson  

Ben Anderson banyak meneliti sejarah Indonesia dari peristiwa kecil yang mengiringi sejarah besar.


Ben Anderson Bicara Saminisme, Orde Baru, dan Saya San Burma  

22 Desember 2015

Profesor Benedict Anderson dari University of Cornell saat memberikan kuliah Umum di FIB UI, Jakarta, 10 Desember 2015. TEMPO/Frannoto
Ben Anderson Bicara Saminisme, Orde Baru, dan Saya San Burma  

Saminisme di Jawa mempunyai kemiripan dengan gerakan seperti Andres Bonaficio di Filipina dan Saya San di Burma.


Ben Anderson dan Aroma Rendang di Cornell Amerika Serikat  

22 Desember 2015

Profesor Benedict Anderson dari University of Cornell saat memberikan kuliah Umum di FIB UI, Jakarta, 10 Desember 2015. TEMPO/Frannoto
Ben Anderson dan Aroma Rendang di Cornell Amerika Serikat  

Ketika Soeharto sedang kuat-kuatnya, Ben menjadi bagian penting dalam diskusi tentang Indonesia, di antaranya diselenggarakan di Cornell University.


Ben Anderson Rindu Gus Dur dan Menggilai TTS

22 Desember 2015

Profesor Benedict Anderson dari University of Cornell memberikan kuliah Umum di FIB UI, Jakarta, 10 Desember 2015. TEMPO/Frannoto
Ben Anderson Rindu Gus Dur dan Menggilai TTS

Ben Anderson ternyata suka mengisi TTS dan menghormati Gus Dur sebagai tokoh pluralisme.


Ben Anderson Terpesona Anarki Saminisme Sedulur Sikep  

22 Desember 2015

Profesor Benedict Anderson dari University of Cornell saat memberikan kuliah Umum di FIB UI, Jakarta, 10 Desember 2015. TEMPO/Frannoto
Ben Anderson Terpesona Anarki Saminisme Sedulur Sikep  

Ben Anderson pernah melakukan kajian Saminisme, subkultur Jawa yang mendiami sejumlah tempat di Bojonegoro, Blora, dan Pati.


Ben Anderson, Persinggahan Mahasiswa Indonesia di Amerika

22 Desember 2015

Profesor Benedict Anderson dari University of Cornell saat memberikan kuliah Umum di FIB UI, Jakarta, 10 Desember 2015. TEMPO/Frannoto
Ben Anderson, Persinggahan Mahasiswa Indonesia di Amerika

Ben Anderson adalah profesor dari Universitas Cornell, Amerika Serikat, yang ikut mewarnai pemikiran dunia tentang Indonesia.


Ben Anderson dan Kisah Cintanya pada Topeng Mangkunegaran

21 Desember 2015

Dua mahasiswa melihat jenazah Benedict Richard O'Gorman Anderson saat prosesi tutup peti di Yayasan Rumah duka Adi Jasa, Surabaya, Jawa Timur, 18 Desember 2015. Menurut rencana, abu jenazah akan ditaburkan di Laut Jawa, sesuai pesan Ben kepada teman-temannya. TEMPO/Aris Novia Hidayat
Ben Anderson dan Kisah Cintanya pada Topeng Mangkunegaran

Ben Anderson adalah profesor dari Universitas Cornell, Amerika Serikat yang ikut mewarnai pemikiran dunia tentang Indonesia.