TEMPO.CO, Surabaya - Sosiolog Dede Oetomo mengatakan ahli masalah Indonesia Ben Anderson merupakan tokoh penting di balik geliat gerakan LGBTIQ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Interseks, Queer) di negeri ini. Profesor emeritus di Universitas Cornell, Ithaca, New York itu menginspirasi mahasiswanya yang kelak menjadi pelopor organisasi gay pertama di Indonesia.
“Yang tidak banyak orang tahu, Pak Ben banyak membantu bahan bacaan buat saya ketika saya merintis pendirian Lambda Indonesia,” kata pendiri GAYa Nusantara, Dede Oetomo, Rabu 16 Desember 2015.
Tempo mewawancarai Dede yang sedang mengikuti konferensi di Bangkok menggunakan skype. Lambda adalah sebuah organisasi gay terbuka pertama yang dibentuk Dede pada 1 Maret 1982 sebelum mendirikan GAYa Nusantara.
Ben Anderson adalah profesor dari Universitas Cornell, Amerika Serikat yang ikut mewarnai pemikiran dunia tentang Indonesia. Ben Anderson wafat di Batu, Jawa Timur, Minggu dinihari, 13 Desember 2015. Ben, 79 tahun, datang ke Indonesia untuk mengisi kuliah umum bertema anarkhisme dan nasionalisme di kampus Universitas Indonesia, Depok, Kamis, 10 Desember 2015.
Ben sempat mengkritik Dede sebelum Lambda Indonesia didirikan. Waktu itu Ben mengomentarinya, “Indonesia kan sudah beres, sudah ada warok.” Dede berkukuh lalu mendebatnya, dengan mengungkapkan bahwa kaum gay kini tidak mungkin bisa kembali menjadi warok. Lambda pun hanya bertahan hingga tahun 1986.
Meski semula mengkritik, Dede mengungkapkan, dari Ben ia mengenal literatur tentang relasi warok-gemblak, serta mairil, sebuah hubungan seks dan cinta antara santri pria. “Juga mengenai awal-awal gerakan wadam,” katanya. Ben, kata Dede, membukakan matanya bahwa Indonesia kaya atas studi homoseksualitas dan transgender.
Hal itu diketahui Ben dari kajiannya mengenai Indonesia. Dari sana Dede memberi nama GAYa Nusantara sebagai kelanjutan dari Lambda. “Sehingga betul-betul ini merupakan perjuangan dengan warna nusantara yang kuat,” kata Dede.
ARTIKA RACHMI FARMITA