TEMPO.CO, Lhokseumawe – Ribuan hektare lahan yang selama ini dikuasai perusahaan dan perorangan yang berada di hutan lindung Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, direstorasi, Rabu, 16 Desember 2015. Restorasi dilakukan dengan menanam tanaman hutan.
“Mengembalikan lahan ini menjadi hutan berarti kita telah berupaya menyelamatkan generasi yang akan datang dari kekeringan, mempersiapkan kehidupan yang lebih baik bagi generasi yang akan datang adalah kewajiban kita saat ini. Kita harus ingat banjir bandang,” ujar Bupati Aceh Tamiang Hamdan Sati dalam peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) 2015 di Kecamatan Tenggulun, kemarin.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tamiang Alfuadi mengakui kerusakan hutan yang cukup luas di Aceh Tamiang. Dinas yang dipimpinnya bersama berbagai pihak berusaha menjaga hutan-hutan yang tersisa ini. Restorasi akan dilaksanakan di atas lahan perkebunan kelapa sawit ilegal seluas 1.071 hektare yang sebagian telah ditebang Dinas Kehutanan yang bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Konservasi Leuser (FKL), sejak akhir 2014.
Saat ini seratus hektare telah ditanami BPDAS Krueng, Aceh; 80 hektare oleh Dinas Kehutanan dan perkebunan Aceh Tamiang; 250 hektare lainnya dalam proses penanaman oleh tiga kelompok masyarakat Tenggulun; dan sisanya akan direstorasi oleh FKL melalui regenerasi alami. “Masyarakat akan mengelola hutan seluas 250 hektare berdasarkan kerja sama pengelolaan dengan Dinas Kehutanan Aceh,” kata Tezar Pahlevi, Field Manager FKL.
Mereka akan menanam tanaman yang bisa dimanfaatkan hasilnya, seperti aren, durian, gelugur, jengkol, petai, serta tanaman hutan lain. “Kami ingin membuktikan bahwa tanaman hutan sebenarnya lebih menguntungkan bagi masyarakat kecil dibandingkan kelapa sawit. Kita butuh lahan yang luas untuk kelapa sawit, tapi cukup lahan yang sedikit untuk tanaman hutan tersebut," katanya.
Lokasi HMPI berada di lahan 1.071 dari 3.000 hektare bekas perkebunan ilegal di dalam hutan lindung yang telah diserahkan ke pemerintah pada 2009-2011. Sejak 2009, Badan Pengelolaan Konservasi Ekosistem Leuser (BPKEL) melakukan restorasi hingga 2011.
Pada 2012, BPKEL dibubarkan Gubernur Aceh sehingga kegiatan restorasi ini berhenti sama sekali. Tahun 2014, Forum Konservasi Leuser (FKL) mendorong pemerintah melakukan restorasi di lokasi ini. Pada 2014, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang membentuk tim restorasi kawasan hutan lindung berdasarkan Surat Keputusan Bupati Aceh Tamiang Nomor 938 Tahun 2014.
Pada 27 September 2015, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang bersama KPH Wilayah III, FKL, masyarakat, dan LSM memulai lanjutan penebangan kelapa sawit ilegal tersebut yang diperkirakan akan selesai pada akhir 2016 ini.
IMRAN M.A.