TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah mengusulkan DPR menggunakan hak angketnya untuk menyelidiki beredarnya kabar perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia. Menurut Fahri, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said telah melakukan tindakan melawan hukum dengan mengirimkan surat kepastian kepada Freeport bahwa mereka tetap bisa melanjutkan usaha penambangannya setelah 2021.
"Kita taruh di atas meja semuanya, kita tonton siapa yang punya kepentingan di situ. Jangan kemudian yang kita hakimi sekarang ternyata pepesan kosong aja. Dia (Sudirman) ha-ha hi-hi ke sana kemari, seolah dia paling hebat. Padahal dia melakukan tindakan melawan hukum, melakukan persetujuan perpanjangan kontrak sepihak," kata Fahri saat ditemui di gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Kamis, 10 Desember 2015.
Fahri mengungkapkan, ada banyak pejabat yang terpukul dengan kasus yang dilaporkan Sudirman karena namanya disebut di dalam rekaman yang dibuat oleh Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin sehingga merasa difitnah. "Mereka pun meminta untuk dibikin angket sehingga bisa bicara secara terbuka," kata Fahri.
Namun Fahri enggan menyebutkan nama-nama para pejabat tersebut. Yang pasti, menurut Fahri, terdapat seorang pejabat negara yang melakukan rapat-rapat sebelum pejabat tersebut dilantik dan memberikan jaminan bahwa kontrak Freeport akan diperpanjang. "Ada pejabat yang melakukan lobi-lobi, seolah-olah tiket jadi menteri adalah perpanjangan itu," ujar Fahri.
Kemarin, menurut Fahri, dirinya sempat didatangi seorang birokrat yang bercerita bahwa di akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terjadi pertengkaran yang cukup keras mengenai perpanjangan kontrak Freeport. "Karena ada pihak dari pemerintahan sekarang yang seolah-olah menekan supaya perpanjangan itu mulai dilakukan oleh pemerintahan Pak SBY. Sebelum dilantik, terjadi deal. Lalu ada pertemuan diam-diam. Kemudian, keluar surat aneh itu yang melanggar undang-undang," tutur Fahri.
Fahri pun mengatakan, agar kasus ini dapat dibuka kepada publik secara terang benderang, diperlukan sebuah panitia khusus (pansus) berdasarkan hak angket DPR yang akan membuka fakta-fakta mengenai adanya surat-surat tersebut. "Sekalian deh, supaya masyarakat tahu siapa dapat apa, siapa makan apa. Itu akan lebih fair daripada menghakimi orang dengan percakapan palsu," kata Fahri.
Kini, menurut Fahri, draf pembentukan pansus telah disusun dan tengah diedarkan untuk mendapatkan persetujuan oleh fraksi-fraksi yang ada di DPR. "Saya termasuk yang tanda tangan. Kalau bisa, kami sahkan pada masa sidang ini sehingga awal Januari kami sudah bisa investigasi menyeluruh, apa yang menyebabkan keluarnya surat-surat itu. Ini semua harus dibuka. Proses di belakangnya harus dibuka," ujar Fahri.
Oktober lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said memang mengeluarkan surat kepada Freeport untuk meyakinkan perusahaan asal Amerika Serikat tersebut tetap bisa beroperasi setelah kontraknya berakhir pada 2021. Tapi Sudirman membantah surat tersebut adalah surat untuk memperpanjang kontrak Freeport.
Dalam surat bertanggal 7 Oktober 2015 tersebut, Sudirman menyebut tidak ada kata-kata perpanjangan kontrak. Sudirman mengatakan tujuan diterbitkannya surat itu adalah untuk menyatakan keyakinan pemerintah yang tetap ingin menjaga kelangsungan investasi. Sudirman pun mengatakan dirinya mengirimkan surat kepada PT Freeport Indonesia dan induk perusahaannya, Freeport McMoran Inc., berdasarkan arahan dari Presiden Joko Widodo.
ANGELINA ANJAR SAWITRI