TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan nama korporasi pembakar hutan tak perlu dipublikasi. Hal itu dilakukan lantaran para penegak hukum saat ini masih melakukan pendalaman dan audit.
"Masih diteliti dulu, benar-tidaknya, dia punya amdal atau tidak," kata Kalla di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat, 30 Oktober 2015. Pendalaman juga dilakukan untuk memastikan apakah perusahaan itu memang benar melakukan pembakaran atau justru terimbas lahan lainnya. Sebab, tak tertutup kemungkinan api menyebar karena terbawa angin.
Walaupun tak dipublikasi, ia memastikan semua perusahaan yang melakukan pembakaran akan ditindak tegas. "Nanti kalau ada apa-apa, seluruh ongkos pemadaman di daerah itu jadi tanggung jawab mereka."
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan berkukuh tak akan mengumumkan korporasi pembakar lahan. Dia menilai pengungkapan itu justru akan berdampak terhadap ketenagakerjaan karena mereka bisa melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap para pekerja.
Berdasarkan data Greenpeace, dari 12 ribu titik api yang muncul sepanjang 1 Agustus-26 Oktober 2015, 40 persen berasal konsesi penerbangan dan perkebunan, 20 persen bubur kertas, serta 16 persen konsesi kelapa sawit.
Bukan cuma penegakan hukum, pemerintah juga terus berupaya melakukan pemadaman. Bahkan TNI sedang mengusulkan pembelian pesawat baru jenis BE 200.
Soal pembelian pesawat tersebut, Kalla mengatakan hal itu masih dipertimbangkan pemerintah. "Setelah evaluasi ini, barulah kita ambil keputusan mana yang cocok. Apakah cocok BE atau seperti yang Malaysia punya."
FAIZ NASHRILLAH