TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto memilih bungkam dan tak mengomentari pertanyaan yang dilayangkan oleh wartawan tentang laporan Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). "Lho, pertanyaannya itu," ujar Setyo, sambil melangkah meninggalkan wartawan menuju ruang kerjanya di Kompleks Parlemen, Senayan, 15 September 2015.
Sebelumnya, pada 14 September 2015, Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon telah menggelar konferensi pers perihal lawatannya ke Amerika Serikat untuk menghadiri konferensi antarparlemen sedunia.
Setya dan beberapa anggota Dewan bertemu dengan Trump pada 3 September 2015 di Trump Center, New York. Menurut Setya, dalam pertemuan selama 30 menit itu, Trump mengajaknya berdialog terkait dengan investasi bisnis di Indonesia, seperti yang telah dijalankan Trump dalam beberapa tahun terakhir.
Kunjungannya sempat menuai kontroversi karena kehadiran keduanya diduga melanggar kode etik karena kemunculannya dalam kampanye dan deklarasi pengambilan sumpah Donald Trump kepada Republik, dan oleh Donald Trump, Setya diperkenalkan sebagai Ketua DPR RI, dan kunjungan tersebut tidak masuk ke dalam agenda kunjungan resmi.
Atas dugaan tersebut, Setya dan Fadli dilaporkan oleh Budiman Sudjatmiko, Adian Napitupulu, Charles Honoris, dan Diah Pitaloka dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Maman Imanulhaq dari Partai Kebangkitan Bangsa ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Saat ini Mahkamah Kehormatan Dewan sedang menindak dugaan pelanggaran kode etik tersebut.
DESTRIANITA K.