TEMPO.CO , Yogyakarta: Kalangan perajin batik di Daerah Istimewa Yogyakarta meminta pemerintah serius setelah mengeluarkan kebijakan memperketat impor batik. Perajin berharap pemerintah juga menjelaskan kepada masyarakat ihwal keaslian batik supaya konsumen mendapat informasi yang benar.
Ketua Paguyuban Batik Tulis Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Bantul, Nur Ahmadi, menyambut baik kebijakan pemerintah itu. Serbuan batik motif Cina maupun batik tiruan memukul perajin batik. Harga batik motif Cina di pasaran maupun batik tiruan atau batik printing lebih murah ketimbang batik tulis. Batik tulis pewarna alami berukuran 2,5 meter dijual Rp 450 ribu hingga Rp 2,5 juta. Batik tulis pewarna sintetis Rp 350 juta-Rp 1 juta. Sedangkan, batik printing per meter di pasaran dijual Rp 20 ribu.
Padahal, batik tulis dikerjakan dengan serius, menggunakan teknik membatik misalnya lilin panas. Di Pasar Beringharjo, banyak orang yang tidak bisa membedakan batik tulis, batik cap, batik kombinasi, dan batik printing. “Pemerintah jangan cuma membatasi impor. Tapi memikirkan keberadaan batik tiruan itu,” kata dia, Jumat, 31 Juli 2015.
Menurut dia, Paguyuban Batik Tulis Giriloyo, Wukirsari memiliki 15 kelompok perajin. Wukirsari yang merupakan desa wisata punya 600 kepala keluarga yang membatik. Omzet perajin rata-rata Rp 5 hinga Rp 20 juta.
Perajin batik Giriloyo, Imaroh, mengatakan kebijakan memperketat impor batik akan membantu perajin. Di tempat Imaroh omzet penjualan batik tahun ini sebesar Rp 40 juta atau meningkat 30 persen. Batik-batik itu dikirim ke Jepang sebanyak 20 lembar. Ada pula yang dikirim ke Jakarta, Surabaya, dan Bali. Imaroh melayani batik tulis menggunakan pewarna alam dan sintetis.
Harga batik yang menggunakan pewarna alam lebih mahal, yakni Rp 400 ribu-Rp 2,5 juta per lembar. Batik pewarna alam memerlukan proses yang rumit dan lama. Pewarna alam, misalnya dari kulit mahoni dan jati harus melalui proses fermentasi. Untuk batik menggunakan pewarna alami, perajin setidaknya perlu waktu sebulan untuk mengerjakannya. Sedangkan batik pewarna sintetis dihargai Rp 350 ribu-Rp 1 juta. “Konsumen memburu batik motif klasik,” kata dia.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengeluarkan aturan yang memperketat importasi TPT batik dan motif batik. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Batik dan TPT Motif Batik.
SHINTA MAHARANI