TEMPO.CO, Malang - Ratusan buruh yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) berdemontrasi memperingati Hari Buruh Sedunia (May Day) di depan Balai Kota Malang, Jawa Timur, Jumat, 1 Mei 2015. Massa SPBI datang dengan menumpang sepeda motor dan truk dalam kawalan aparat kepolisian dan Satuan Polisi Pamong Praja.
Berbeda dengan demo buruh sebelumnya, massa SPBI kali ini mendirikan panggung dan tenda sebagai pusat aksi. Panggung difungsikan sebagai tempat orasi dan hiburan musik dangdut.
Pendirian panggung dan tenda dibiayai dari saweran para buruh sebesar Rp 5 juta. Sedangkan perangkat pengeras suara dibantu Dinas Ketenagakerjaan setempat. “Tidak megah, namun bisa untuk menjadi tempat hiburan bagi 1000 buruh yang hadir,” kata Kordinator Lapangan SPBI Faizin Salam.
Dari atas panggung, perwakilan massa buruh menyuarakan lima tuntutan. Kelimanya adalah menolak sistem kerja kontrak, penghapusan alih daya atau outsourcing, penghapusan upah murah, wujudkan upah layak, dan pembatalan rancangan peraturan pemerintah yang sedang disusun Kementerian Ketenagakerjaan.
Menurut Faizin, meski diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, rancangan peraturan pemerintah tersebut dianggap cenderung merugikan pekerja. Dalam pengalaman SPBI dan serikat buruh lainnya, selama ini upah minimum di pelbagai daerah baru memenuhi 89-90 persen dari kebutuhan hidup layak (KHL).
"Jika seorang pekerja diupah sebesar upah minimum dalam satu bulan, maka ia harus berutang 11 persen agar kebutuhan hidupnya terpenuhi," kata Faizin sambil menjelaskan, rancangan peraturan pemerintah itu mengatur tentang KHL dan kenaikan upah minimum ditentukan pula oleh stabilitas ekonomi dan produktivitas.
Faizin mengaku RPP semacam itu sudah diimplementasikan di negara maju karena pemerintahan di sana mampu mengendalikan inflasi sehingga cenderung stabil. Tapi pemerintah Indonesia hingga kini masih masih kepayahan mengatasi inflasi. Selain bahwa pemerintah dinilai belum punya instrumen untuk mengukur produktivitas secara adil dan jelas.
"Bila penetapan upah berdasar RPP tersebut, jangka waktunya terlalu lama dan rawan terjadinya permainan gaji yang ujung-ujungnya kami juga yang dirugikan,” kata Faizin.
ABDI PURMONO