TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Kebijakan Kehutanan Institut Pertanian Bogor Hariadi Kartodihardjo mengatakan, perubahan kewenangan perizinan hutan dari kabupaten ke provinsi tidak akan menjawab persoalan utama pengelolaan hutan. Buruknya politik perizinan di tingkat kabupaten tidak akan hilang walau kewenangan itu dicabut.
“Bukan masalah struktur, melainkan soal jaringan kekuasaan,” kata Hariadi dalam diskusi pakar bertema “Implikasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah terhadap Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Tingkat Daerah” di Hotel Ambhara, Rabu 11 Maret 2015. Dalam diskusi yang diselenggarakan Kemitraan itu, menurut Hariadi, jaringan kepentingan elite politik di Jakarta jauh lebih kuat ketimbang struktur pemerintahan di daerah.
Ketua Presidium Dewan Kehutanan Nasional itu menyebut isu utama pengelolaan hutan, antara lain, kebijakan, program, dan anggaran tidak untuk menyelesaikan klaim dan konflik hutan. Ukuran kinerja kementerian dan dinas kehutanan terfokus menghabiskan anggaran. “Penggunaan anggaran tidak terkait dengan tepat atau tidak program untuk menyelesaikan masalah,” kata Hariadi.
Masalah lainnya adalah belum ada solusi atas keterlanjuran penggunaan hutan negara. Menurut Hariadi, dalam konflik hutan, masyarakat adat selalu dirugikan. Sebaliknya, kata dia, perusahaan yang mampu membayar suap tinggi selalu diuntungkan. “Sampai 2014, izin bukan alat kontrol tapi sebagai modus administrasi berbiaya tinggi,” ujarnya.
Dewan Perwakilan Rakyat pada September 2014 mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu pasal paling mendasar perubahan undang-undang yang baru ini dibanding sebelumnya adalah terjadinya perubahan kewenangan urusan pemerintahan pada pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan dan sumber daya mineral dibagi antara pemerintah pusat (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan daerah provinsi. Urusan pemerintahan bidang kehutanan yang berkaitan dengan taman hutan raya kabupaten dan kota menjadi kewenangan daerah kabupaten atau kota. Adapun urusan bidang kehutanan, yang sebelumnya menjadi wewenang kabupaten dan kota, hampir semuanya ditarik menjadi kewenangan daerah provinsi.
Sebelumnya, pengurusan hutan dan sumberdaya alam dibagi kewenangannya antara pemerintah pusat, daerah provinsi dan daerah kabupaten. Daerah Kabupaten juga memiliki kewenangan yang cukup besar dalam pengurusan dan pengaturan sumberdaya hutan. Kabupaten berwenang mengelola dan mengurus kawasan hutan yang berada di dalam wilayah administrasinya, menerbitkan beberapa perizinan seperti pemanfaatan hutan kemasyarakatan, pengurusan rehabilitasi dan reboisasi sumberdaya hutan.
Kewenangan kabupaten ditarik karena ternyata otonomi daerah justru semakin menimbulkan tekanan terhadap sumberdaya hutan seperti banyaknya praktek konversi hutan menjadi kebun dan tambang.
Hariadi mengatakan penambahan kewenangan di propinsi harus diikuti dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan personel dan untuk ini belum terlihat mekanismenya dalam program kementerian. “Peningkatan tata kelola hutan bagi pemerintah daerah provinsi menjadi keniscayaan,” kata dia.
AHMAD NURHASIM