TEMPO.CO, Denpasar - Keberadaan Istana Negara di Tampaksiring, Gianyar, Bali, ternyata masih menyimpan masalah. Sebab, keluarga Puri (Raja) Tampaksiring yang telah menyerahkan tanahnya untuk lokasi istana itu mengklaim belum mendapat ganti rugi. Pengacara keluarga Puri, I Wayan Koploantara, mendaftarkan gugatan itu ke Pengadilan Negeri Gianyar.
"Yang kami gugat Kepala Rumah Tangga Istana, Sekretaris Negara, dan Menteri Keuangan," kata Koploantara, Rabu, 7 Januari 2015.
Koploantara menjelaskan keluarga Puri Tampaksiring menyerahkan tanah seluas 2,96 hektare kepada Presiden Sukarno pada 1957. Saat itu pihak keluarga Puri yang menyerahkan adalah Cokorda Made Oka. Keluarga Puri kemudian pindah ke sebelah selatan, tepatnya ke Banjar Tegalsuci, Tampaksiring. Namun, hingga saat ini, negara tidak kunjung memberikan penggantian, baik berupa uang maupun tanah.
Saat Megawati Soekarnoputri, putri Bung Karno, menjabat sebagai presiden, tersiar kabar bahwa pemerintah akan memproses ganti rugi itu. "Sayang, belum sempat diproses, Ibu Mega sudah tidak menjabat," ujar Koploantara.
Koploantara menuturkan telah empat kali mengirim surat ke Sekretariat Negara mempertanyakan soal ganti rugi itu, tapi tak ada tanggapan dari pemerintah. "Akhirnya diputuskan untuk mengajukan gugatan," ujar Koploantara. Dalam gugatannya itu, Puri meminta ganti rugi sebesar Rp 88,8 miliar.
Gugatan disertai bukti kepemilikan, seperti Pipil Ketok B klasiran tahun 1938 dan surat pembayaran pajak atas tanah (SPPT). Selain keluarga Puri, menurut dia, banyak warga dari kalangan petani yang juga belum mendapat penggantian tanah yang disumbangkan untuk pembangunan istana itu. Luas keseluruhan istana yang ada di atas bukit tersebut mencapai 18 hektare.
ROFIQI HASAN