TEMPO.CO, Surabaya - Sejumlah kelurahan dan kecamatan di Surabaya masuk dalam zona merah pelayanan perizinan untuk usaha kecil menengah. Berdasarkan hasil investigasi Ombudsman Perwakilan Jawa Timur selama November-Desember 2014, kelurahan dan kecamatan itu tidak mempunyai standar pelayanan publik yang jelas terkait dengan waktu, biaya, dan syarat pengurusan izin.
"Semuanya masuk zona merah, tidak ada yang patuh," kata Asisten Ombudsman Perwakilan Jawa Timur Muflihul Hadi kepada Tempo, Selasa, 23 Desember 2014. (Baca berita lainnya: Surabaya Dominasi Pengaduan Layanan Publik)
Investigasi dilakukan Ombudsman secara kualitatif dengan mengambil tempat di enam kelurahan dan kecamatan, yaitu Kecamatan Gubeng, Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Lakarsantri, Kecamatan Karangpilang, Kelurahan Bangkingan, Kelurahan Kebraon, Kelurahan Kaliasin, Kelurahan Baratajaya, Kelurahan Semolowaru, dan Kelurahan Baratajaya.
Menurut Muflihul, tidak ada kelurahan dan kecamatan yang menyediakan informasi alur pelayanan, ruang pengaduan, dan standar pelayanan. Ketidaktersedianya informasi ini berpotensi menimbulkan maladministrasi, pungutan liar, penyalahgunaan wewenang, dan korupsi.
Muflihul mencontohkan Kecamatan Gubeng, Kelurahan Bangkingan, dan Kelurahan Kaliasin yang membuka perizinan dengan meminta uang senilai Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta dengan bahasa 'sepantasnya'. Dalam pengurusan Surat Keterangan Domisili Usaha saja, ada 6.545 Surat Izin Usaha Perdagangan yang diterbitkan hingga Oktober 2014. Artinya terdapat potensi pungutan liar sekitar Rp 3,3 miliar hingga Rp 6,5 miliar. (Baca juga: Jelang AFTA, Surabaya Beri Kemudahan Izin Usaha)
Ada juga kelurahan atau kecamatan yang mengalihkan pemohon kepada pihak lain lebih dulu, seperti Satuan Polisi Pamong Praja. Bahkan kelurahan dan kecamatan juga saling klaim wilayah kekuasaan. "Kata kelurahan, nggak perlu ke kecamatan. Yang kecamatan bilang nggak perlu ke kelurahan," kata Muflihul.
Ombudsman memandang ada kelalaian Pemerintah Kota Surabaya sehingga kelurahan dan kecamatan tidak menerapkan standar pelayanan publik. Tidak menutup kemungkinan, hal itu juga terjadi di seluruh kecamatan dan kelurahan se-Surabaya. Selama ini, standar pelayanan hanya tercantum di Satuan Kerja Perangkat Daerah. "Tapi luput di level bawah seperti kelurahan dan kecamatan," ujarnya.
Padahal, Pemerintah Kota Surabaya kini tengah gencar menyiapkan layanan publik secara online, namun standar pelayanan masih belum jelas. Ombudsman menilai kelurahan dan kecamatan belum siap untuk menerapkan pelayanan tersebut.
Karena itu, Ombudsman meminta Pemerintah Kota Surabaya segera menerbitkan peraturan terkait dengan standar pelayanan dan memberikan sanksi kepada pegawai yang melanggar Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
AGITA SUKMA LISTYANTI
Berita Terpopuler:
Bima Arya Segel Gereja, Ini Respons GKI Yasmin
Menteri Jonan Marah Gara-gara Harga Tiket
Jokowi Talangi Utang Ical , 'Tak Semudah Sulap'
Kenapa Visi Susi Lebih Jelas Dibanding Puan
7 Murid di Bosnia Hamil Usai Study Tour 5 Hari