TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi Partai Golkar bakal terbelah dalam menyikapi prosedur pemilihan kepala daerah dalam sidang paripurna revisi Undang-Undang Pilkada di Dewan Perwakilan Rakyat, hari ini, Kamis, 25 September. Sebagian anggota fraksi membelot dari keputusan partai yang hendak menghapus pemilihan kepala daerah langsung.
Kabar berkembang, sudah 30-an, dari 104 politikus Golkar, yang menolak penghapusan pilkada langsung. Mereka adalah anggota fraksi beringin yang tidak terpilih lagi menjadi anggota DPR pada periode selanjutnya. (Baca: Demonstran RUU Pilkada di DPR Masih 'Anteng')
Baca Juga:
Politikus Partai Golkar, Poempida Hidayatulloh, mengatakan dia adalah salah satu anggota fraksi yang menolak menghapus pemilihan langsung. Namun Poempida berdalih tidak tahu-menahu tentang 29 anggota fraksinya yang ikut menolak beleid tersebut. "Setahu saya ada sekitar 14 orang yang diketahui oleh fraksi," kata Poempida. (Baca: KPK: Pilkada oleh DPRD Tak Transparan & Akuntabel)
Sidang paripurna RUU Pilkada dipastikan berlangsung panas. Sebab sidang ini menjadi ajang pertarungan antara dua kubu. Yakni koalisi presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo-Jusuf Kalla, serta calon presiden dan calon wakil presiden, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Golkar adalah partai yang berada di garis koalisi Prabowo-Hatta.
Kubu Jokowi-JK menolak penghapusan pilkada langsung adapun Prabowo-Hatta menginginkan pilkada melalui DPRD. Walhasil sidang bakal berujung pada prosedur voting. Setiap anggota DPR akan memilih salah satu opsi yakni pilkada langsung maupun tak langsung.
Poempida menegaskan selain dirinya, politikus Golkar yang ikut menolak penghapusan pilkada langsung adalah Nusron Wahid dan Agus Ginandjar Kartasasmita. Mereka adalah orang yang dipecat dari Partai Golkar. (Baca: PDIP Terus Lobi Demokrat Soal RUU Pilkada)
Poempida mengatakan penolakan tersebut berdasarkan keinginan konstituennya di daerah pemilihan masing-masing. Mereka meminta agar wakilnya di DPR memperjuangkan pemilihan kepala daerah langsung. "Kami tidak mungkin mengingkari keinginan konstituen," ujarnya.
Namun Poempida membantah bahwa penolakan terhadap kebijakan partai berdasarkan lobi-lobi partai koalisi Joko Widodo-Jusuf Kalla. Peompida mengklaim keputusan pembelot itu berasal dari hati nurani mereka.
TRI SUHARMAN
Berita lain:
FPI Minta Ahok Jaga Mulut
Wartawati Tempo Dilecehkan Simpatisan FPI
Soal Gantung Diri di Monas, Anas: Siapa Bilang?
Adnan Buyung: Jaksa Penuntut Anas Bodoh