Menurut Yati, tanpa adanya keputusan Presiden, pengadilan ad hoc pelanggaran HAM masa lalu tidak akan pernah terbentuk. Padahal, Komnas HAM telah menyerahkan laporan penyelidikan peristiwa 13-14 Mei 1998 kepada Kejaksaan Agung. Namun, Kejaksaan Agung hingga kini belum menindaklanjuti laporan Komnas HAM yang menyebutkan adanya dugaan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1998 itu.
"Kami akan mendatangi Kejaksaan Agung yang memiliki kewajiban untuk meningkatkan penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM menjadi penyidikan," ujar Yati menegaskan. Selama ini, dia melanjutkan, Kejaksaan Agung selalu mengelak dengan berbagai alasan.
Harapan atas penyelesaian kasus ini juga diungkapkan Ruyati Darwis, 66 tahun, ibunda Eten Karyana, salah seorang korban peristiwa Mei 1998. Dia mengkritik pemerintah yang tidak serius dalam pengusutan kasus ini. "Presiden SBY selalu berjanji tapi sampai sekarang tidak pernah ada realisasinya," katanya. Dia juga berharap presiden terpilih nanti harus berjuang untuk menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM ini dan mengadili pihak yang bersalah. "Selama 16 tahun selalu mandek."
Seusai acara tabur bunga di Mal Citra Klender, keluarga korban tragedi Mei melanjutkan napak tilas dengan berziarah ke Taman Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Di TPU tersebut, dimakamkan ratusan korban peristiwa Mei baik yang identitasnya dikenali maupun tidak. (Baca: Disinggung Masalah HAM, Ini Reaksi Prabowo)
PRAGA UTAMA
Berita Lainnya:
Mahasiswa Trisakti: Jangan Lupakan Tragedi Mei
Jokowi atau Prabowo, Kasus Mei 98 akan Telantar
Balas Puisi Fadli, Putri Widji Thukul Menolak Lupa
Hashim: Tragedi Mei 1998, Prabowo Bersama Rhoma