TEMPO.CO, Mojokerto - Sejumlah warga Mojokerto yang menamakan diri Forum Lapangan Kerja mengkritik penetapan Trowulan sebagai kawasan cagar budaya nasional. Menurut Ketua Forum Lapangan Kerja Mulyadi, warga mengkhawatirkan penetapan Trowulan sebagai kawasan cagar budaya akan mempersempit ruang gerak investor maupun masyarakat.
“Kami khawatir akan menghambat investor yang akan masuk dan membatasi ruang gerak masyarakat,” katanya, Rabu, 8 Januari 2014.
Kalau investasi terhambat, maka otomatis menutup terciptanya lapangan kerja. Padahal, jumlah masyarakat yang lulus sekolah dan siap bekerja di Mojokerto semakin bertambah.
Bekas Kepala Desa Jatipasar, Kecamatan Trowulan, ini mengaku tetap mendukung upaya pelestarian cagar budaya tanpa mengurangi kepentingan investasi ekonomi. Menurut dia, penetapan Trowulan sebagai kawasan cagar budaya belum perlu. “Pelestarian situs per situs saja tidak maksimal dan tidak berdampak ekonomi pada masyarakat,” katanya.
Trowulan merupakan bekas kota Kerajaan Majapahit di Mojokerto, Jawa Timur. Trowulan ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 260/M/2013 tentang Penetapan Satuan Ruang Geografis Trowulan Sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional tertanggal 30 Desember 2013.
Kawasan cagar budaya nasional ini meliputi 49 desa, empat kecamatan, dan dua kabupaten, yakni Mojokerto dan Jombang. Luas wilayah yang masuk kawasan mencapai 92,6 kilometer persegi dengan sejumlah batas antara lain batas utara Sungai Ngonto, batas selatan hutan KPH Jombang, batas barat Sungai Gunting, dan batas timur Sungai Brangkal.
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan Aris Soviyani menepis persepsi penetapan kawasan akan mengganggu aktivitas warga. Ia berharap masyarakat tidak salah memaknai status dan konsekuensi hukum pada Trowulan sebagai kawasan cagar budaya nasional. “Masyarakat tetap bisa beraktivitas. Fasilitas publik yang sudah ada dan dibutuhkan masyarakat pun tetap bisa dipertahankan,” katanya.
Aris menambahkan penetapan Trowulan sebagai kawasan cagar budaya tidak berlaku surut. Industri yang sudah ada tidak bisa dibongkar. “Ke depan setiap ada kegiatan yang memanfaatkan lahan kawasan perlu dikaji dulu,” ujarnya.
Menurut dia, pengelolaan kawasan diupayakan bisa memberi dampak ekonomi pada masyarakat sebagaimana rencana induk (masterplan) pengembangan kawasan Trowulan yang sudah dibuat dan dalam proses realisasi pembangunan.
ISHOMUDDIN