TEMPO.CO, Jakarta - Pengalaman menjadi tahanan politik tidak menciutkan hati Christina Sumarmiyati, perempuan korban tangkap paksa tahun 1965. Ketika ditahan di penjara Wirogunan dan Plantungan, Yogyakarta, perempuan 78 tahun yang akrab disapa Bu Mamik itu, bahkan sempat menciptakan lagu bersama rekan-rekan perempuan tahanan politik lain.
"Lagu berjudul Lusi ini dulu diciptakan oleh seorang tahanan yang waktu ditahan sedang mengandung dan melahirkan anaknya di penjara Wirogunan," kata Sumarmiyati usai mendendangkan kidung Lusi bersama lima orang rekannya kala jeda acara Forum Dengar Kesaksian yang diselenggarakan oleh Koalisi Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran di gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta pada Senin, 25 November 2013.
Lagu tersebut berisi wejangan ibu terhadap anaknya agar tak berkecil hati menjadi anak tahanan politik dan terlahir di penjara. Liriknya juga memberi pesan kepada sang anak agar berguna bagi bangsa meski ibunya seorang tahanan politik. "Kemarin sama teman-teman mengingat liriknya karena usia kita sudah tua" ujarnya.
Selain itu, Sumarmiyati juga membagi suka-citanya ketika menjadi tahanan lewat lagu Bahagia. Lagu karya dia dan teman-temannya itu berisi suasana bahagia kala hari senin dan kamis. Karena pada hari itu, kata Sumarmiyati, adalah waktu bagi para tahanan politik di Plantungan menerima kiriman makanan dari keluarga. Dalam lirik lagu itu digambarkan kebahagiaan tahanan politik mendapat kiriman makanan berupa singkong, kimpul atau ubi kukus dan growol yakni penganan dari ketela yang difermentasikan. "Kalau kita dapat makanan enggak dimakan sendiri, tapi ya dibagi-bagi sama yang lain," ujar Sumarmiyati.
Christina Sumarmiyati ditangkap tahun 1962 karena dituduh aktif di Persatuan Pelajar Indonesia. Keluar dari penjara pada tahun 1965, ia kuliah di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yogyakarta jurusan Pendidikan Guru.
Pada 1965, Sumarmiyati kembali diciduk tentara. Kali ini, para tentara marah karena tidak menemukan target orang yang ingin diciduk ketika mendatangi rumah kosnya. Sumarmiyati dipaksa mengaku sebagai aktivis kiri lalu dibawa ke penjara Corps Penjara Militer di Yogyakarta. Tak lama ia dipindahkan ke penjara Wirogunan hingga tahun 1971 lalu dipindahkan lagi ke Plantungan. Di Plantungan, Sumarmiyati dianggap terlalu vokal karena menentang peraturan. Pada 1976, ia lantas dipindahkan lagi ke penjara Bulu, Semarang hingga akhirnya bebas pada tahun 1978.
NURUL MAHMUDAH
Berita populer:
TKI Dapat Warisan Rp 9,5 Miliar dari Majikannya
Singapura Turut Bantu Australia Sadap Indonesia
Aburizal Bakrie Menjawab Soal Operasi Dagu
Begini Peran Singapura dalam Penyadapan Australia