TEMPO.CO, Jakarta - Pertemuan antara presiden dan para pimpinan lembaga negara dinilai tidak resmi oleh Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie. "Pertemuan itu seperti arisan," kata Jimly dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi swasta.
Kepada Tempo, Jimly sempat mengungkapkan kekecewaannya. Apalagi, setelah pertemuan itu lahir rencana menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang mengawasi Mahkamah Konstitusi. Dalam Perpu itu antara lain disebut Komisi Yudisial ditunjuk untuk mengawasi MK.
Sabtu lalu, Presiden mengundang sejumlah pemimpin lembaga negara untuk hadir dalam pertemuan konsultasi. Mereka yang hadir antara lain Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, Ketua BPK Hadi Purnomo, Ketua MPR Sidarto Danusubroto, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua DPD Irman Gusman, dan Ketua KY Suparman Marzuki. Mahkamah Konstitusi malah tak diundang dalam pertemuan itu.
Adapun Presiden Yudhoyono didampingi oleh Wakil Presiden Boediono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menko Kesra Agung Laksono, dan Mensesneg Sudi Silalahi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan para pimpinan lembaga negara menilai perlu dilakukan pengawasan terhadap hakim konstitusi dan proses peradilan di Mahkamah Konstitusi. "Komisi Yudisial dapat diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap hakim konstitusi sebagaimana melakukan pengawasan terhadap hakim lainnya," kata Presiden Sabtu lalu.
Ia mengatakan bahwa aturan tentang proses peradilan di Mahkamah Konstitusi dan pengawasan hakim konstitusi oleh lembaga negara yang lain akan dicantumkan dalam Perpu tentang MK yang akan disusun.
Jimly Asshiddiqie mengatakan Komisi Yudisial tidak punya wewenang untuk mengawasi hakim konstitusi. Lagi pula itu dianggap tidak sesuai dengan Pasal 24B Ayat (1) UUD 1945. "Ya kan sudah ada dalam putusan MK pada tahun 2006, di situ semuanya jelas," ujar Jimly saat dihubungi via telepon, Ahad, 6 Oktober 2013. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 itu dinyatakan Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Komisi Yudisial, sepanjang menyangkut kata hakim konstitusi, sudah tidak berlaku lagi.
Menurut Jimly terkait perkara kasus dugaan suap yang melibatkan Ketua MK Akil Mochtar itu tidak ada kaitannya dengan mengungkit kembali kewenangan KY untuk mengawasi hakim konstitusi. "Pisahkan pribadi dan institusi," ujar Jimly kepada Tempo. "Ini kan soal pribadi Akil yang buruk, dan jangan dibawa-bawa ke Mahkamah Konstitusi-nya."
Menurutnya, jika Komisi Yudisial bersikeras ingin memiliki kewenangan mengawasi hakim konstitusi itu sudah melanggar kode etik. Jimly juga menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang ingin menerbitkan Perpu sangat tergesa-gesa.
"Buat apa itu Perpu, sedangkan seleksi hakim konstitusi saja masih 4 tahun lagi," ujar Jimly. "Kalau masalah pengawasan, kan sudah ada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi."
REZA ADITYA
Berita Terpopuler Lainnya
Mobil Mewah Adik Atut Pencucian Uang?
5 Tuntutan Jawara Banten Terkait Ratu Atut
Berbentuk Pil, Sabu di Ruangan Akil Model Baru