TEMPO.CO, Jakarta -Tertangkapnya Ajun Komisaris Besar Edi Suroso dan Komisaris Juang Andi Priyanto yang diduga hendak menyuap terkait mutasi jabatan di tubuh kepolisian mengungkap praktek sogok naik jabatan selama ini. Sengitnya perebutan jabatan bahkan membuat uang suap bisa mencapai Rp 2 miliar.
Majalah Tempo berjudul "Makelar Pangkat di Kantor Polisi" edisi 1 Juli 2013 mengungkap seluk-beluk praktek suap ini. Seorang perwira di Markas Besar bercerita bahwa tiap kali ada mutasi, personel polisi di daerah berupaya masuk daftar usulan promosi. Berkas ini disusun kepala kepolisian daerah masing-masing. Bagi sejumlah perwira, tak mudah masuk ke dalam daftar. Mereka harus menyediakan uang semir.
Masuk dalam daftar bukan jaminan bakal mendapat promosi. Di Mabes Polri, mereka disaring lagi. Menurut perwira ini, agar tetap nangkring dalam usulan promosi, mereka harus merogoh saku lagi. “Banyak yang jadi korban karena sudah kehabisan nafas di daerah,” ujar sumber ini. Yang tak menyetor langsung diganti oleh perwira cadangan seperti yang diusulkan kepolisian daerah.
Sumber yang lain mengatakan, uang Rp 200 juta yang dibawa Edi untuk melicinkan perkara terbilang kecil. Kursi kepala kepolisian resor rata-rata dibanderol Rp 500 juta. Urusan pergeseran jabatan untuk perwira berpangkat melati ini cukup diselesaikan di Bidang Sumber Daya Manusia Markas Besar. Adapun jabatan kepala kepolisian daerah diurus hingga petinggi Polri. Harganya bisa mencapai Rp 2 miliar.
Dijumpai di kantornya pada Rabu malam pekan lalu, Asisten Kepala Kepolisian Bidang Sumber Daya Manusia Mabes Polri Inspektur Jenderal Prasetyo menyangkal pernah membicarakan rencana mutasi di depan khalayak beberapa hari sebelum penangkapan Edi dan Juang. Menurut dia, ia hanya mengirimkan telegram ke kepolisian daerah di seluruh Indonesia untuk mengusulkan perwira menengah yang layak dipromosikan. Telegram, kata dia, disiarkan 1-2 minggu sebelum Edi dan Juang ditangkap.
Ia juga membantah kedatangan sejumlah polisi yang ingin naik pangkat pada Kamis dan Jumat dua pekan lalu. Prasetyo mengatakan pada Jumat itu ia tak ada janji bertemu Edi dan Juang. Kata dia, tak ada satu pun anak buahnya yang berkomunikasi dengan Juang sebelum insiden.
Menurut Prasetyo, Bidang Sumber Daya Manusia Markas Besar hanya meneruskan usulan promosi dari kepala badan atau kepala polda yang menjadi atasan si perwira. Selanjutnya nama-nama perwira itu dinilai oleh dewan jabatan dan kepangkatan tinggi, yang beranggotakan 13 jenderal. “Salah alamat kalau mau naik pangkat datang ke sini. Kalau ujug-ujug ke sini, tidak akan diproses,” ujarnya.
TIM TEMPO