TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Menteri Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi mengakui banyak permintaan dan titipan dari Dewan Perwakilan Rakyat saat ia memimpin Kementerian Badan Usaha Milik Negara pada 2001-2004. Namun, ia tidak pernah diperas anggota DPR.
"Permintaan banyak. Seperti permintaan mengangkat direksi atau supplier," kata Sukardi usai diperiksa sebagai saksi korupsi proyek pengadaan Outsourcing Roll Out-Customer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi PT PLN di Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa, 13 November 2012.
Meski begitu ia tak menyebut identitas anggota DPR yang menitipkan sejumlah orang tersebut. Ia hanya menegaskan bahwa permintaan tidak hanya datang dari legislatif tapi juga eksekutif. "Teman-teman eksekutif kadang-kadang bilang tolong dong ini ada supplier. Motivasi mereka dagang," ucapnya.
Laksamana menganggap permintaan itu wajar bila masuk ke instansinya, tergantung pejabat menyikapinya. "Apakah memenuhi permintaan itu atau tidak," ucapnya. "Katakan saja kepada mereka, oke, terima kasih, namun kami akan melaksanakan sesuai dengan prosedur. Kalau tidak memenuhi syarat tidak usah digubris."
Mencuatnya pemerasan oleh oknum anggota DPR ini berwal dari langkah Menteri BUMN Dahlan Iskan. Kepada Badan Kehormatan DPR, Dahlan melaporkan dua anggota DPR yang diduga memeras anak usahanya. Mereka adalah anggota Komisi BUMN, Idris Laena dari Fraksi Golkar, dan anggota Komisi Keuangan DPR, Sumaryoto dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Idris terindikasi terkait dengan upaya pemerasan terhadap PT Garam Persero, perusahaan di perdagangan garam. Idris disebut-sebut meminta komisi 5 persen dari total penyertaan modal negara di perusahaan ini. BUMN lain yang diduga ingin diajak kongkalikong oleh Idris adalah PT PAL. Sedangkan Sumaryoto dikatakan berkongkalikong dengan Merpati Airlines. Namun, Idris dan Sumaryoto sudah membantah tudingan itu.
Menurut Sukardi, munculnya permintaan ke BUMN tidak hanya diawali dari keinginan DPR maupun pemerintah saja. Akan tetapi, terdapat pula iming-iming dari badan usaha sendiri kepada eksekutif maupun legislatif. "Saya tidak tahu mereka ingin dapat apa. Mungkin ingin dapat promosi jadi direktur utama," ucapnya.
Iming-imingi direksi BUMN itu, kata dia, berupa sumbangan kepada partai politik tertentu.
Tujuannya, selain mendapatkan posisi, ada juga bisa dipromosikan dan ikut uji kepatutan dan kelayakan di DPR. Partai politik juga digunakan untuk mendesak menteri menaikkan jabatannya. "Persoalan ini kompleks. Itu terjadi sekarang."
Ia pun menyarankan kepada Dahlan untuk mewaspadai anak buahnya yang ikut menawarkan jasa-jasa tertentu ke sejumlah pihak. "Ini menunjukkan bahwa pemerasan ataupun kolusi itu tidak hanya dari satu tangan," kata dia. "Yang penting, instruksikan direksi BUMN jangan neko-neko. Kalau salah jalur tanggung jawab sendiri."
TRI SUHARMAN
Berita Terkait
Hidayat Tantang Dipo Sebut Nama 3x24 Jam
Renovasi Ruang Kerja Anggota Dewan Rp 6,2 Miliar
Perbaikan Pagar DPR pun Perlu Rp 1 Miliar
Lapor ke DPR, Dahlan Tak Bawa Bukti Kuat
Ke DPR, Dahlan Bilang Ada yang Terjepit