TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera membuat pernyataan soal polemik penanganan kasus simulator surat izin mengemudi (SIM) antara Markas Besar Kepolisian RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi. “Tadi pagi Presiden menelepon saya, dan menyatakan segera membuat pernyataan publik tentang situasi Polri dan KPK,” kata Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, Sabtu, 6 Oktober 2012.
Menurut Denny dalam sambungan telepon itu, Presiden juga meminta masukan dari mantan Staf Ahli Presiden Bidang Hukum ini. Dia pun juga diminta memberikan laporan soal perkembangan situasi terkini dalam penuntasan kasus simulator SIM yang menyeret sejumlah perwira polisi.
Permintaan presiden pada Denny ini tentu saja bukan tanpa alasan. Kemarin malam, saat sejumlah anggota polisi hendak menjemput paksa salah seorang penyidik KPK, Novel Baswedan, Denny termasuk salah satu tokoh yang hadir mendukung komisi antirasuah. Saat konferensi pers, Denny sempat menyampaikan permintaannya agar Presiden segera menengahi kisruh KPK dan Mabes.
Selain Denny sejumlah tokoh dan pegiat antikorupsi juga memenuhi halaman gedung KPK. Beberapa di antaranya adalah Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, budayawan Goenawan Mohamad, aktivis hak asasi manusia Usman Hamid, anggota Dewan Pers Bambang Harimurty membangun barikade untuk menghalangi penjemputan paksa Novel oleh Mabes. Sejumlah elemen masyarakat dan mahasiswa pun turut memberikan dukungan.
Publik curiga, penjemputan Novel merupakan salah satu upaya kepolisian melemahkan KPK. Apalagi Novel merupakan kepala tim penyidik yang menangani kasus korupsi simulator SIM. Dalam kasus ini KPK telah menetapkan bekas Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo dan wakilnya Didik Purnomo sebagai tersangka.
Menurut Denny, pernyataan resmi Presiden akan disampaikan secara terbuka kepada publik. “Mungkin dalam satu atau dua hari ini. Saya harap media massa dapat meliput dan menyampaikannya segera pada masyarakat,” ujar Denny.
IRA GUSLINA SUFA