TEMPO.CO, Jakarta - DPR dinilai masih setengah hati dalam merevisi Undang-Undang Tenaga Kerja Indonesia (TKI). “Draf revisi UU TKI sama sekali tak dapat menjawab kompleksitas persoalan buruh migran,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah dalam keterangannya, Jumat, 10 Agustus 2012.
Migrant Care menduga ada konflik kepentingan dalam pembahasan rancangan undang-undang itu. “Kami menuntut audit atas kinerja panja revisi UU TKI oleh Komisi IX DPR RI,” katanya. Lembaga swadaya masyarakat ini juga mendesak agar revisi RUU TKI dilakukan oleh pansus besar antarkomisi yang terdiri atas Komisi I, III, IX dan VIII.
“Harus dipastikan juga bahwa anggota pansus yang dibentuk bebas dari kepentingan bisnis penempatan TKI,” kata Anis. Selain itu, ruang partisipasi bagi masyarakat sipil dalam pembahasan RUU harus dibuka seluas-luasnya. Termasuk partisipasi buruh migran Indonesia dan anggota keluarganya.
Sebelumnya, pemerintah meratifikasi International Convention on The Protection of The Rights of All Migrant Workers and Their Families pada sidang paripurna DPR pada 12 April 2012. “Namun ratifikasi itu nampaknya hanya pencitraan semata,” ujar Anis.
Pernyataan itu bukannya tanpa alasan, Anis menilai revisi UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI secara substantif tidak mengadopsi isi konvensi. “Jika begini, usai perangkat hukum itu rampung di revisi, bukan terang yang didapat buruh migran, tapi kembali gelap karena substansinya sumir.”
SUBKHAN JUSUF HAKIM