TEMPO.CO, Malang - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) M. Ridha Saleh menyesalkan terjadinya bentrokan antara aparat TNI Angkatan Darat dan warga di Desa Harjokuncaran, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jumat sore kemarin, 6 Juli 2012.
Menurut dia, bentrokan itu bisa dicegah jika kedua pihak menahan diri. “Kami sangat menyesalkannya karena rekomendasi yang kami berikan atas pengaduan warga ternyata tidak berjalan. Kami segera bicarakan di tingkat internal sebelum ke Malang,” kata Ridha kepada Tempo, Jumat malam.
Pada 28 Juni lalu, Komnas HAM mengeluarkan surat bernomor 209a/K/Mediasi/VI/2012 yang ditandatangani Ridha Saleh untuk Panglima Komando Daerah Militer V/Brawijaya. Dalam surat itu, Komnas HAM meminta penjelasan Pangdam V/Brawijaya mengenai status tanah sengketa menurut versi Kodam.
Keterangan itu untuk melengkapi dan sebagai pembanding klaim bahwa warga sudah lebih dahulu memberikan keterangan soal sengketa tanah itu. Selain itu, Komnas HAM meminta Kodam untuk mencegah terjadinya tindakan represif dan intimidatif terhadap warga Harjokuncaran. Jangan sampai TNI Angkatan Darat menghalangi hak warga untuk mendapat kesejahteraan.
“Kami memberi waktu 15 hari bagi Pangdam untuk memberi penjelasan menurut versi mereka biar jelas duduk perkaranya. Untuk kebaikan bagi semua pihak, kami minta kedua pihak menahan diri,” kata Ridha.
Sebanyak tiga peleton personel prajurit TNI Angkatan Darat bentrok dengan ratusan warga Desa Harjokuncaran, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, sore hari kemarin. Sejumlah warga dan prajurit TNI mengalami luka-luka.
Bentrokan dipicu sengketa lahan yang diperebutkan kedua pihak. Warga beringas menyerang prajurit TNI yang datang ke lokasi untuk mencabut patok-patok dan segel yang dipasang warga sehari sebelumnya.
Pada Kamis lalu, ratusan warga menyegel tanah yang dikuasai Pusat Koperasi Angkatan Darat (Puskopad) Komando Daerah Militer V/Brawijaya, Jawa Timur. Warga menutup papan nama “Tanah Ini Milik Puskopad” dan “Perkebunan Tlogorejo-Puskopad Kodam V/Brawijaya” dengan dua spanduk besar bertuliskan “Tanah Ini Milik Rakyat” sambil menancapkan banyak patok di lokasi sengketa.
Warga memang sudah mempersiapkan diri untuk merebut kembali tanah yang mereka yakini merupakan milik mereka sejak lama. Warga membawa hampir semua peralatan untuk bertani, alat untuk memasang patok, dan alat pengukur untuk mengukur lahan seluas 666 hektare itu, kemudian dibuat kaveling-kaveling kecil, masing-masing seluas 1.000 meter persegi. Rencananya, di atas tanah yang sudah diukur akan dibangun rumah.
ABDI PURNOMO