TEMPO.CO, Jakarta - Tiap proyek yang digelar kementerian dengan dana di atas Rp 200 juta harus melewati proses tender untuk menentukan pengusaha yang menanganinya. Dengan aturan itu, proyek penggandaan Al-Quran yang beranggaran lebih dari Rp 1,125 miliar seyogyanya juga melalui tender.
Kenyataannya sejak 2009, proyek penggandaan Al-Quran hanya dikerjakan oleh Zulkarnaen Djabbar, anggota Komisi VIII dari Partai Golkar. \"Dalam periode itu, proyek penggandaan kitab suci hampir tidak pernah jatuh ke pengusaha lain,\" kata seorang mantan anggota Dewan. \"Pengusahanya itu-itu saja.\"
Setiap tahun Kementerian Agama mengadakan Al-Quran. Pada 2009, dilakukan pencetakan sebanyak 42.600 eksemplar dengan anggaran Rp 1,125 miliar. Setahun kemudian, dicetak 45.000 eksemplar dengan dana Rp 1,2 miliar. Pada 2011, Kementerian Agama dua kali mencetak. Pertama, sebanyak 67.600 eksemplar dengan pagu dana dari APBN sebesar Rp 2,163 miliar.
Di tengah jalan, anggarannya berubah menjadi Rp 5,6 miliar karena ada penambahan program seperti pengadaan mushaf Al-Quran ukuran kecil, terjemahan, juz amma, tafsir, dan surat Yasin. Kementerian kembali mengadakan 603.000 eksemplar mushaf melalui APBN Perubahan 2011. Akhirnya total anggaran pengadaan Al-Quran pada 2011 itu disetujui sebesar Rp 22,8 miliar.
Dalam setahun, Kementerian membutuhkan dua juta eksemplar yang akan disebar ke semua daerah. Nyatanya, jumlah itu tak bisa dipenuhi oleh percetakan milik Kementerian Agama. Bertempat di daerah Cisarua, Jawa Barat, percetakan itu cuma mampu memasok 60-70 ribu eksemplar. Oleh karena itu, Kementerian membutuhkan bantuan percetakan lain.
Kata mantan anggota Dewan itu, modus proyek pengadaan kitab suci relatif \"sederhana\". Pejabat Kementerian Agama berkoordinasi dengan Zulkarnaen untuk \"mengawal\" pembahasan di tingkat Komisi dan Badan Anggaran. Sesudah itu semua ongkos kegiatan ditanggung pengusaha percetakan. “Pengawalan menjadi mudah karena semua anggota Komisi kebagian,” katanya.
Zulkarnaen kemudian mengajak anak sulungnya, Dendy Prasetya. Dalam proyek ini, Dendy juga berperan sebagai Direktur Utama PT Karya Sinergi Alam Indonesia, satu perusahaan pemenang tender. Menurut sumber, Dendy bersama aktivis Fahd A. Rafiq aktif mengatur pemenang tender di Kementerian Agama. Komunikasi keduanya terekam oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ketika ditetapkan sebagai tersangka, Zulkarnaen mengatakan ia belum pernah dipanggil maupun diperiksa oleh KPK terkait kasus korupsi pengadaan kitab suci. Ia malah balik bertanya pengadaan tahun anggaran berapa yang dicurigai terjadi penyelewengan. “Tahun anggaran berapa itu? Saya tidak tahu,” kata politikus Golkar tersebut.
Zulkarnaen juga tak mengetahui mengapa dia bisa ditetapkan sebagai tersangka. Perannya di Komisi Agama, menurut Zulkarnaen, biasa-biasa saja. “Saya kerja normal-normal saja. Astaghfirullah, saya tidak tahu,” katanya.
CORNILA DESYANA | MAJALAH TEMPO| ANANDA BADUDU
Berita lain:
KPK Kantongi Rekaman Pembicaraan Tersangka Korupsi Al-Quran
Pukat Menduga Ada Pemain Kolektif Kasus Alquran
Korupsi Al-Quran Libatkan Bapak dan Anak
Kasus Korupsi Al-Quran, Ini Barang yang Disita KPK
Imigrasi Cegah Tersangka Korupsi Quran ke Luar Negeri
Kantor Tersangka Korupsi Pengadaan Quran Digeledah
Muqowwam: Untung Bukan Ayat Quran yang Dikorupsi