TEMPO.CO, Surabaya-- Tepat enam tahun lumpur dari PT Lapindo Brantas di Porong, Sidoarjo, menyembur, tapi hingga kini dampak sosial korbannya belum ditangani pemerintah. "Dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang triliunan belum menyentuh penanganan hak-hak dasar masyarakat Porong," ujar aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Yuliani, dalam diskusi “Enam Tahun Semburan Lumpur Porong”, yang digelar di Universitas Surabaya, Senin 28 Mei 2012.
Ia mencontohkan dampak sosial lumpur yang belum tertangani adalah masalah kesehatan. Data di Puskesmas Porong menunjukkan tren sejumlah penyakit terus meningkat sejak 2006. Penderita infeksi saluran pernapasan (ISPA) yang pada 2005 sebanyak 24.719 orang, pada 2009 meningkat pesat menjadi 52.543 orang. Selain itu, gastritis yang pada 2005 baru 7.416 orang, pada 2009 melonjak tiga kali lipat menjadi 22.189 penderita.
Menurut Yuliani, hak dasar yang juga tak tersentuh adalah masalah pendidikan, setelah 33 sekolah ditenggelamkan lumpur. Hingga saat ini, Yuliani melanjutkan, belum ada satu pun sekolah pengganti yang dibangun pemerintah. Di Pelem, misalnya. “Masalah Porong adalah skandal, dan kami ingin mengingatkan pemerintah bahwa penanganan akibat dampak semburan belum selesai," ujarnya.
Perwakilan warga Sidoarjo, Paring Waluyo, menilai pemerintah dan PT Minarak Lapindo Jaya memang tak serius menyelesaikan kasus lumpur panas. “PT Lapindo tidak serius, dan pemerintah juga tidak bertaring menghadapi keputusan presiden yang sudah dia buat,” katanya.
Ketidakseriusan Minarak, menurut Paring, terlihat dari belum dipenuhinya komitmen ganti rugi lahan warga Sidoarjo, yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007. Perpres menyebutkan ganti rugi lahan di area terdampak harus dilunasi swasta, sedangkan lahan di luar area terdampak menjadi urusan pemerintah. Yang mengherankan, hingga kini PT Minarak belum melunasi janji mereka sesuai dengan perpres. “Kalau mereka enggak bisa memenuhi janji yang mereka usulkan, sama saja mereka menjilat ludah sendiri. Perpres itu kan dibuat atas kemauan Minarak sendiri,” ujarnya.
Baca Juga:
Paring menjelaskan, hingga kini masih ada 4.129 berkas warga senilai lebih dari Rp 944 miliar yang belum dilunasi Minarak. Selain itu, ada 73 berkas senilai Rp 27 miliar yang belum dibayar sama sekali.
Direktur Utama PT Minarak, Andi Darussalam, mengklaim pihaknya sudah serius menyelesaikan persoalan lumpur di Sidoarjo. “Total yang kami keluarkan sejak awal sampai sekarang Rp 7,9 triliun,” katanya saat dihubungi.
Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Laurens Bahang Dama, meminta Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) mempercepat proses ganti rugi. Politikus Partai Amanat Nasional ini meminta BPLS menjamin ganti rugi tepat sasaran. "Jangan sampai satu rupiah pun uang negara tidak digunakan dengan tepat."
Lauren juga meminta PT Lapindo tidak mengandalkan pemerintah dalam menyelesaikan kasus ini. Meski sudah ditetapkan sebagai bencana nasional, tanggung jawab penanggulangan dampak lumpur Lapindo harus dituntaskan bersama-sama oleh pemerintah dan perusahaan.
ISMA SAVITRI | DINI MAWUNTYAS | IRA GUSLINA | RAHMA TW
Berita lain:
Seputar Semburan Lumpur Lapindo
Pemerintah Siapkan Rp 7,2 Triliun untuk Lapindo
Tanggul Kritis, Lumpur Porong Ancam Rel dan Jalan
DPR Desak Lapindo Tuntaskan Ganti Rugi
Lady Gaga: Hati Saya Hancur Tak Jadi Konser di Jakarta
Agar Terima Lady Gaga, FPI Ditawari ''Mobil''
Skandal ''Vatileaks'' Guncang Vatikan