TEMPO.CO, Garut - Kejaksaan Negeri Garut, Jawa Barat, belum sanggup menjebloskan 13 terpidana korupsi ke bui. Alasannya, Kejaksaan menunggu petunjuk dari atasannya, yaitu Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Kejaksaan Agung. Padahal, para koruptor tersebut telah diputus bersalah oleh hakim pengadilan pertama hingga tingkat Mahkamah Angung.
Perampok uang rakyat itu adalah 12 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Garut periode 2004-2009. Mereka di antaranya Wawan Syafei, Wan Gunawan Husen, Aun Sapari, Ihat Kadar Solihat, Dadan Slamet, Misbach Somantri, Atang Masgun, Usep Mansur, Nano Subratno, Endang Abdul Karim, Enas Mabarti, dan Abdurahman.
Rata-rata mereka divonis empat tahun penjara pada 2009 lalu karena menyelewengkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Garut 2001-2003 senilai Rp 6,5 miliar. Terpidana lainnya adalah mantan Kepala Seksi Anggaran pada Badan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Garut, Anton Heryanto. Dia divonis lima tahun bui pada 2010.
Kesalahan Anton adalah melakukan korupsi dana makan minum Sekretariat Daerah Garut untuk anggaran 2007 dan merugikan keuangan negara Rp 4,8 miliar. “Bukan tidak mau mengeksekusi, tapi masih proses,” ujar Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Garut, Edwar, Selasa, 15 Mei 2012.
Edwar menjelaskan, belum dibuinya para anggota Dewan lantaran menunggu petunjuk pelaksanaan eksekusi dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Kejaksaan Agung. Petunjuk ini berkaitan dengan putusan bebas dua terdakwa korupsi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 110 Yahun 2000 tentang Susunan dan Kedudukan Keuangan DPRD yang digunakan untuk menjerat anggota Dewan telah dianulir oleh Mahkamah Agung dan diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004. “Kalau petunjuknya harus dilaksanakan, kami langsung eksekusi mereka,” ujar Edwar.
Khusus untuk kasus Anton, Edwar mengaku kesulitan karena dalam putusannya majelis hakim tidak memerintahkan jaksa untuk segera menjebloskan Anton ke penjara. Anton saat ini tengah mengajukan proses kasasi ke Mahkamah Agung. “Putusan hakim itu banci, jadinya menyulitkan kami. Padahal, walaupun belum ada putusan tetap, eksekusi bisa dilakukan,” ujarnya.
Kejaksaan Garut juga memiliki kewajiban mencari tiga orang koruptor yang kini buron. Mereka adalah T.B. M. Taufiq, Hadi Tauhidi, dan Dayat Sudrajat. Taufik dan Hadi merupakan terpidana kasus korupsi pembangunan break water pusat pelelangan ikan Cilauteureun, Kecamatan Pameungpeuk, Garut, pada 2005 senilai Rp 1,1 miliar.
Mereka divonis Mahkamah Agung empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta oleh Mahkamah Agung pada 12 Maret 2008. Mereka melarikan diri karena diputus bebas hakim Pengadilan Negeri pada 2007. Di lain pihak, Dayat lari setelah divonis satu tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Garut pada 2010. Dia terbukti melakukan korupsi alokasi dana sesa.
Sekretaris Jenderal Garut Goverment Watch, Agus Rustandi, menilai banyaknya koruptor yang kabur dan belum dieksekusi akibat lemahnya pengawasan dari lembaga penegak hukum. Selain itu, kondisi ini juga membuktikan bahwa mafia hukum di Garut tetap merajalela.
SIGIT ZULMUNIR