TEMPO.CO, Jakarta - Sidang paripurna DPR menunda pengesahan Rancangan Undang Undang Penanganan Konflik Sosial. RUU itu sebenarnya sudah akan disahkan di sidang paripurna hari ini, Selasa, 2 April 2012. "Perdebatan anggota di paripurna kali ini substansial. Karena itulah kami beri panitia khusus waktu seminggu untuk merampungkan," ujar Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, usai paripurna DPR, Selasa 3 April 2012.
Dalam paripurna pengesahan RUU PKS, interupsi beberapa kali disampaikan sejumlah anggota DPR. Mereka mempermasalahkan beberapa pasal dalam RUU yang dinilai bertabrakan dengan undang-undang lain.
Wakil Ketua Komisi Pertahanan, TB Hasanuddin, misalnya, mempermasalahkan Pasal 34 yang memberi kewenangan kepada Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Kabupaten dan Kota untuk menggerakkan TNI dalam menangani konflik sosial. Menurut TB, pasal ini rentan disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.
Anggota DPR lainnya, Arif Budimanta, mempertanyakan Pasal 53 ayat 3 yang memperbolehkan keterlibatan masyarakat internasional dalam menyelesaikan konflik sosial. "Harus dibedakan antara konflik sosial dan bencana alam. Bagaimana mungkin konflik di Tanah Air diselesaikan oleh masyarakat internasional," ujar Arif. Ia meminta Pansus mengeluarkan pasal itu dari RUU PKS.
Ketua Komisi Pertahanan Mahfud Siddiq meminta RUU PKS bisa mendefinisikan situasi konflik sosial yang memungkinkan penggunaan kekuatan militer. Hal ini untuk menghindari penyalahgunaan wewenang oleh TNI dan Polri.
Menurut Mahfud seharusnya TNI dan Polri tidak dilibatkan dalam penanganan konflik sosial. Alasannya, dari beberapa konflik sosial yang terjadi justru melibatkan TNI dan Polri. "Bagaimana mungkin TNI dan Porli terlibat konflik tapi mereka yang atur sendiri, supremasinya bagaimana, dan substansinya tidak bisa," ujar Mahfud.
Perdebatan keterlibatan TNI dan Polri dalam menangani konflik sosial, kata Priyo, harus dituntaskan pansus dalam waktu satu minggu. Menurut dia, TNI dan Polri bisa saja dilibatkan, tapi dengan mekanisme baku agar tidak mudah bagi pejabat mengerahkan pasukan.
Selama ini undang undang hanya mengizinkan pengerahan TNI oleh presiden, sedangkan konflik sosial sering terjadi di tingkat lokal. "Apakah harus digerakkan presiden, atau cukup dengan formula yang diusulkan bupati dan muspida, ini yang harus diluruskan."
IRA GUSLINA SUFA